Rabu, 05 September 2007

Urgensi Jihad



Islam adalah agama yang sempurna. Selain mengandung unsur kelembutan dan keindahan dalam ajarannya, ia juga mengakomodasi sikap keras dan tegas dalam kondisi-kondisi tertentu. Perpaduan kedua aspek ini akan menghasilkan maslahat tidak hanya bagi umat Islam, tapi juga umat lainnya (rahmatan lil alamin).

Saat ini, kondisi umat Islam di Palestina, Irak, Kashmir, Lebanon, dan daerah konflik lainnya benar-benar dalam keadaan tertekan. Hukum internasional seolah telah menjadi hukum rimba bagi pengikut Rasulullah SAW. Keadilan hanya menjadi wacana-wacana kosong tanpa realisasi yang jelas. Maka, tak ada tindakan yang lebih tepat selain melawan dengan segenap kekuatan.

''Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Mahakuasa menolong mereka itu, (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata, 'Tuhan kami hanyalah Allah.' Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuat lagi Mahaperkasa.'' (QS Al-Hajj [22]: 40).

Sayangnya, masih ada yang bersikap apatis terhadap perlawanan umat Islam ini (jihad fi sabilillah). Bahkan, ada yang menganggap sebagai perbuatan sia-sia yang tidak diridhai Allah SWT. Padahal, sejarah telah menuliskan bahwa kegemilangan umat Islam terwujud melalui jalan jihad. Diceritakan dalam perang Konstantinia, pasukan Islam berhadapan dengan pasukan kafir dalam jumlah besar. Salah seorang prajurit Muslim maju dengan pedang terhunus seorang diri ke dalam barisan tentara musuh.

Beberapa orang berkata bahwa prajurit itu telah menjatuhkan diri ke dalam kebinasaan dengan dalil surat Al-Baqarah ayat 195. ''Dan janganlah kau jatuhkan dirimu ke dalam kebinasaan.'' Namun, sahabat Ayyub Al-Anshari yang juga ikut dalam peperangan itu berkata bahwa ayat di atas tidak bermaksud seperti itu. Arti kebinasaan dalam konteks tersebut berkait dengan kesibukan mengurus harta benda dan meninggalkan jihad fi sabilillah.

''Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati, bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.'' (QS Al-Baqarah [2]: 154).

(M Jarkasih )

Tidak ada komentar: