Selasa, 04 September 2007

Pemimpin yang Saleh dan Muslih

Paling tidak, ada dua predikat utama yang harus selalu melekat pada setiap pribadi orang-orang yang beriman terutama para pemimpinnya, yaitu saleh dan muslih (meskipun kedua istilah ini sering dianggap memiliki makna yang sama). Kesalehannya tecermin dari cara berpikir, berkata, dan bertindak dalam kehidupan kesehariannya. Sedangkan kemuslihannya tecermin dalam merespons dan memberikan solusi pada berbagai persoalan yang terjadi pada masyarakat dan bangsa. Seperti persoalan kemiskinan, pengangguran, menghadapi berbagai musibah (seperti kasus Lapindo yang sampai sekarang masih terkatung-katung), perpecahan dan pertentangan yang sekarang semakin sering terjadi antar berbagai komponen bangsa, hanya karena persoalan-persoalan yang sepele.

Seorang pemimpin yang saleh, adalah seorang yang tepercaya, jujur, dan amanah. Ia memiliki etos kerja yang tinggi, memiliki ketegaran dan keistiqamahan dalam prinsip, memiliki komitmen yang kuat pada kebenaran dan keadilan, berani menyatakan yang benar itu benar dan yang salah itu salah. Ia yakin betul, kebathilan dan kezaliman itu, walaupun berusaha ditutup-tutupi dengan berbagai macam cara, pada akhirnya, cepat atau lambat, akan diketahui juga.

Tidak ada kebatilan yang mampu bertahan lama (dalam pandangan Allah SWT), dan tidak ada kebohongan yang bersifat abadi. Ia yakin betul akan benarnya sabda Rasulullah SAW dalam sebuah hadis sahih riwayat Imam Thabrani, ada dua dosa yang akan segera Allah buktikan di dunia ini, yakni dosa berbuat zalim kepada orang lain dan dosa melawan kedua orangtua.

Rasululullah SAW bersabda, ''Ada dua (golongan) yang Allah SWT akan menyegerakan (hukumannya) di dunia ini, yaitu berbuat zalim (aniaya) kepada orang lain, dan durhaka terhadap kedua orangtua.'' (HR Thabrani). Seorang pemimpin yang saleh, yakin betul bahwa kebenaran dan keadilan itu -walaupun dihalangi- pada akhirnya akan muncul juga sebagai pemenang. Allah SWT berfirman, ''Dan katakanlah: 'Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap.' Sesungguhnya yang bathil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.'' (QS Al-Isra' [17]: 81).

Kesalehan pribadi ini lahir sebagai hasil dari kekuatan ibadah dan muhasabahnya. Kuatnya muhasabah ini mengakibatkan pemimpin ini lebih berorientasi untuk memperbaiki diri, sehingga tidak sempat lagi mencari-cari kesalahan dan kekurangan orang lain, apalagi yang bersifat aib pribadi.

Sikap semacam inilah yang dipuji oleh Rasulullah SAW dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ad-Daelamiey, beliau bersabda, ''Berbahagialah orang yang sibuk mengoreksi aib (cela dan kesalahan) dirinya sendiri, daripada mengoreksi (mencari-cari) aib (cela dan kesalahan) orang lain; menginfakkan sebagian dari kelebihan hartanya; menahan ucapannya (untuk berbicara pada sesuatu yang tidak ada manfaatnya); dan cukup (melaksanakan) sunah Rasul yang ada, dan tidak berlebih-lebihan terhadap sunah tersebut, sehingga mengakibatkan bid'ah.''

Kita prihatin, sekarang ini bermunculan orang-orang yang dianggap tokoh yang pekerjaannya hanya mengkritik dan menyalahkan orang lain tanpa memberikan solusi dan jalan keluar yang bisa ditempuh. Terlebih lagi jika tokoh tersebut, ketika memiliki jabatan, kekuasaan dan kedudukan sama sekali tidak berbuat, yang bermanfaat bagi masyarakat dan bangsanya. Allah SWT berfirman dalam QS Ash-Shaff [61] ayat 2-3: ''Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan (2) Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan (3).''

Setelah ia mensalehkan dirinya ia pun berusaha untuk menjadi muslih, mensalehkan masyarakat lingkungannya. Dengan mengoptimalkan kemampuan dan amanah yang dimilikinya, dan dengan bekerja sama bahu-membahu dengan sesama komponen umat lain yang saleh, ia berusaha membangun kehidupan yang baik, mendorong dan memelopori setiap perbuatan yang makruf, dan berusaha mencegah dan melarang dari setiap perbuatan mungkar yang merusak. Pemimpin ini bergabung dalam barisan umat yang digambarkan Allah SWT pada surat Ali Imran ayat 104: ''Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung.''

Sungguh kita sangat mengharapkan tumbuhnya pemimpin-pemimpin bangsa yang saleh dan muslih, yang insya Allah mampu menghantarkan bangsa yang kita cintai ini ke arah kehidupan yang lebih baik dan lebih bermartabat dan jauh dari azab Allah SWT. Perhatikan firman-Nya dalam QS Hud ayat 117, ''Dan, Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan'' dan juga QS Al-Anfal ayat 33: ''Dan, Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan, tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun''. Wallahu a'lam bi ash-shawab.

Tidak ada komentar: