''Ihsan itu adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya dan jika engkau tidak bisa melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia pasti melihatmu.'' (HR Muslim)
Demikianlah salah satu petikan dialog Rasul SAW dengan Malaikat Jibril. Imam Yahya bin Syarafuddin an-Nawawi ketika membahas hadis ini menjelaskan orang yang melakukan ihsan itu setara dengan para shiddiqin, yaitu orang-orang senantiasa menghendaki ridha Allah. Kedudukan para shiddiqin ini lebih tinggi dari orang-orang yang ikhlas (mukhlishin).
Ihsan ternyata tidak sekadar berarti berbuat baik. Ihsan sesungguhnya lebih tepat diartikan berbuat yang terbaik. Inilah yang tergambar dari pesan Rasul dalam hadis di atas. Bila kita berbuat sesuatu sambil tetap merasakan bahwa Allah selalu melihat dan memperhatikan kita, apalagi yang mungkin diperbuat kecuali melakukan yang terbaik.
Dan, untuk mereka yang berbuat yang terbaik inilah, paling tidak 38 kali dalam Alquran, Allah mengulang penyebutan muhsin (orang yang berbuat ihsan) sembari menegaskan kecintaan-Nya kepada mereka dan ganjaran serta pahala untuk mereka.
Demikianlah Islam memotivasi umatnya untuk selalu menghasilkan prestasi kebaikan. Allah juga memerintahkan orang-orang beriman untuk menghindarkan diri dari pekerjaan yang sia-sia. (QS Al-Mukminun [23]: 3). Rasulullah dengan berbagai cara juga mendorong kaum Muslimin menjadi manusia yang selalu menebar kebaikan dan manfaat.
Lihatlah sabda beliau, ''Manusia yang paling baik adalah yang paling bermanfaat bagi manusia yang lain.'' Dalam kesempatan lain beliau juga menegaskan agar kita tidak menjadi beban bagi siapa pun.
Cukuplah sudah Islam mengajarkan prinsip-prinsip kebaikan. Kemalasan, kebodohan, dan hawa nafsu kitalah yang sering membuat kita mengabaikan ajaran-ajaran mulia itu. Itulah yang menyebabkan umat ini belum kunjung bisa membuktikan diri sebagai khaira ummah (umat terbaik).
Masih begitu banyak di antara kita yang lebih suka menanti kebaikan ketimbang menghasilkannya. Padahal, bila semakin banyak orang yang menanti kebaikan, yang terjadi adalah defisit kebajikan. Bila jumlah orang yang membutuhkan kebaikan lebih banyak daripada orang yang berbuat kebajikan, yang terjadi adalah kekurangan cadangan kebaikan. Karena itu, mari berlomba-lomba berbuat baik. Wallahu a'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar