Oleh : Bukhari Ibrahim
Suatu hari, seorang nenek datang menemui Rasulullah SAW. Rasulullah bertanya, ''Siapakah Anda wahai nenek?'' ''Aku adalah Jutsamah al-Muzaniah,'' jawab wanita tua itu. Rasulullah SAW berkata, ''Wahai nenek, sesungguhnya aku mengenalmu, engkau adalah wanita yang baik hati, bagaimana kabarmu dan keluargamu, bagaimana pula keadaanmu sekarang setelah kita berpisah sekian lama?''
Nenek itu menjawab, ''Alhamdulillah kami dalam keadaan baik. Terima kasih, Rasulullah.'' Tak lama setelah nenek pergi meninggalkan Rasulullah SAW, muncullah Aisyah RA seraya berkata, ''Wahai Rasulullah SAW, seperti inikah engkau menyambut dan memuliakan seorang wanita tua?'' Rasulullah menimpali, ''Iya, dahulu nenek itu selalu mengunjungi kami ketika Khadijah masih hidup. Sesungguhnya melestarikan persahabatan adalah bagian dari iman.''
Karena kejadian itu, Aisyah mengatakan, ''Tak seorang pun dari istri-istri nabi yang aku cemburui lebih dalam selain Khadijah, meski aku belum pernah melihatnya, namun Rasulullah SAW seringkali menyebutnya. Suatu kali beliau menyembelih kambing lalu memotong-motong dagingnya dan membagikan kepada sahabat-sahabat karib Khadijah.'' Rasulullah SAW menanggapinya dan berkata, ''Wahai Aisyah, begitulah realitanya. Sesungguhnya darinya aku memperoleh anak.''
Dalam kesempatan lain, Aisyah berkata, ''Aku sangat cemburu pada Khadijah karena sering disebut Rasulullah SAW, sampai-sampai aku berkata, wahai Rasulullah, apa yang kau perbuat dengan wanita tua yang pipinya kemerah-merahan itu, sementara Allah SWT telah menggantikannya dengan wanita yang lebih baik?''
Rasulullah SAW menjawab, ''Demi Allah SWT, tak seorang wanita pun lebih baik darinya. Ia beriman saat semua orang kufur, ia membenarkanku saat manusia mendustakanku, ia melindungiku saat manusia kejam menganiayaku, Allah SWT menganugerahkan anak kepadaku darinya.'' Kecantikan Aisyah ternyata tidak begitu saja memperdayakan Rasulullah SAW untuk melupakan jasa baik dan pengorbanan Khadijah, betapapun usianya yang lebih tua.
Itulah sepenggal kisah tentang kesetiaan hakiki, bukan kesetiaan semu. Kesetiaan imani, bukan materi. Kesetiaan yang dilandasi rasa cinta kepada Allah SWT, bukan cinta nafsu setani. Kesetiaan suami kepada istri yang telah lama mengarungi rumah tangga dalam segala suka maupun duka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar