Risywah berasal dari bahasa Arab rasya, yarsyu, rasywan, yang berarti sogokan atau bujukan. Istilah lain yang searti dan biasa dipakai di kalangan masyarakat ialah suap dan uang tempel, uang semir, atau pelicin. Risywah atau sogok merupakan penyakit sosial dan merupakan tingkah laku menyimpang yang tidak dibenarkan dalam Islam.
''Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui. (QS Al-Baqarah [2]: 188).
Menurut Ali bin Muhammad as-Sayyid as-Sarif al-Jurjani, risywah ialah suatu (pemberian) yang diberikan kepada seseorang untuk membatalkan sesuatu yang hak (benar) atau membenarkan yang batil. Dalam masalah risywah, kisah keteguhan iman Abdullah bin Rawahah menarik dijadikan pelajaran.
Setiap tahun Rasulullah SAW mengutus Abdullah bin Rawahah ke perkampungan Yahudi Khaibar untuk menghitung hasil pertanian mereka. Karena itu, mereka hendak menyuap Abdullah bin Rawahah. Ketika utusan dari Madinah datang, mereka mengagungkan dan menyambutnya dengan deretan wanita-wanita mereka. ''Ini (dipersembahkan) untuk tuan, (tetapi) ringankan beban kami serta lewatilah penarikan pajak,'' bujuk mereka seraya menyodorkan suap padanya.
Tapi, apa reaksi Abdullah? Dia menyambutnya dengan teguran keras. ''Hai orang-orang Yahudi, sesungguhnya kalian melakukan perbuatan yang paling dibenci Allah. Tidaklah yang demikian ini melainkan mengantarkan aku untuk bertindak tegas terhadap kalian. Adapun suap yang kalian sodorkan, sesungguhnya itu adalah haram, dan sungguh kami tidak akan memakannya.'' ''Pantas saja, dengan (sikap seorang Mukmin) ini langit dan bumi ditegakkan?'' kata mereka. Hadiah kepada penguasa atau pejabat dari seseorang bisa dimaksudkan untuk memperlancar urusan atau sebagai ungkapan rasa terima kasih atas pemberian, pelayanan, dan bantuannya.
Pemberian ini tidak dibenarkan, kecuali jika semata-mata hadiah, tanpa dikaitkan dengan fungsi dan kedudukan jabatannya. Dalam Islam, penguasa dan pejabat adalah pelayan rakyat. Haram hukumnya meminta imbalan kepada rakyat. Perilaku risywah yang dilakukan pemberi dan penerima telah memperjualbelikan nilai-nilai kebenaran, dan juga telah membeda-bedakan pelayanan terhadap masyarakat yang sudah menjadi tanggung jawabnya.
Orang yang mengambil sesuatu bukan haknya, akan datang menghadap Allah SWT pada hari kiamat dengan membawa serta barang tersebut pada lehernya. Ia ibarat unta atau sapi yang membawa barang dalam keadaan sangat lelah.
(Khaerul Anwar )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar