Oleh Drs. H.M. Jamil, MA Di tengah-tengah berbagai kesulitan bangsa, di tengah-tengah angka kemiskinan yang cukup tinggi, tidak jarang kita lihat ada yang hidup dengan fasilitas dan kekayaan finansial yang melimpah. Dalam konteks itu, penulis tertarik untuk mengemukakan kembali figur ‘Qarun’ dalam Al-Quran, untuk menjadi salah satu bahan renungan dalam melihat realitas sosial dengan kesenjangan sosial yang mencengangkan. Poin Penting Beberapa poin penting tentang Qarun yang tertera di dalam Al-Qur’an surah Al-Qashash ayat 76,77,78,79,80,81,82,83, 84 adalah: Qarun adalah kaum nabi Musa bahkan dikatakan anak paman Nabi Musa a.s. yang hidup semasa dengan nabi Musa a.s. Qarun dikaruniai harta yang melimpah ruah. Qarun melakukan kesewenang wenangan dan perampasan hak orang lain. Qarun tidak mengindahkan pesan kaumnya: a. agar ia tidak terlalu bangga b. agar ia mempergunakan tumpukan kekayaannya tidak hanya untuk tujuan dunia tetapi juga akhirat c. agar ia berbuat baik kepada semua makhluk d. agar jangan membuat kerusakan di muka bumi. Qarun menanggapi nasehat-nasehat tersebut dengan penegasan bahwa kekayaannya yang melimpah itu ia peroleh karena ilmunya dan tidak siapapun turut berpartisipasi di dalamnya. Qarun keluar ke tengah-tengah kaumnya dengan kemegahannya. Masyarakat yang melihat Qarun terpecah menjadi dua kelompok: a. Kelompok yang berharap mendapat kemewahan seperti Qarun, b. Kelompok yang lebih berharap dengan apa yang ada di sisi Allah. Qarun ditenggelamkan ke dalam perut bumi. Yang bercita-cita ingin seperti Qarun kemudian sadar bahwa Allah yang memberi rezeki kepada siapa yang Ia kehendaki dan kekafiran tidak akan pernah beruntung. Kekayaan Qarun yang dikatakan sebagai salah seorang keluarga nabi Musa a.s., (anak pamannya) merupakan salah seorang yang mendapat limpahan kekayaan dari Tuhan. Tidak tanggung-tanggung, kunci-kunci gudang-gudang kekayaannya cukup berat untuk dipikul oleh sejumlah orang yang kuat. Qarun melihat ‘keberhasilannya’ memiliki kekayaan yang melimpah itu adalah karena ia memiliki ilmu, keahlian, dan segala macam cara ia gunakan untuk itu. Semua itu ia peroleh semata-mata karena keahlian, kerja keras, teknik-teknik. Ia tidak melihat di sana ada keterlibatan pihak lain. Tidak hanya sebatas itu, kekayaan yang melimpah itu telah menjadikan Qarun sebagai sosok yang angkuh dan sewenang-wenang. Angkuh karena ia melihat orang lain rendah. Sewenang-wenang karena dengan kekayaannya dia dapat melakukan banyak hal yang merugikan, menyakitkan dan menyengsarakan orang lain. Hamka mengatakan: "Oleh karena telah kaya itulah dia berlaku sewenang-wenangan kepada kaumnya. Karena dia telah duduk di puncak tinggi kekayaan, orang yang miskin dipandangnya hina dan rendah. Mungkin juga kalau dia membeli barang-barang kepunyaan simiskin, dibelinya murah-murah. Kalau dia memberi upah, diberinya upah kecil. Kalau dia memberi, diberinya sedikit saja, sehingga tidak mencukupi. Kalau orang datang akan meminta sesuatu, dari jauh dia sudah tahu. Lalu dia menyatakan kekesalannya, dia tidak mau di ganggu. Kalau dia berjanji akan memberi, diundur-undurnya janji itu sampai orang yang menagih janji itu bosan. Semua itu adalah termasuk perangai orang telah digila oleh kekayaannya. Sedemikian itu adalah kesewenang-wenangan belaka" (Hamka, Tafsri Al-Azhar, juz 20, hal. 127) Masyarakat Peduli Prilaku Qarun yang angkuh dan sewenang-wenang telah diketahui oleh masyarakatnya (kaum Musa). Mereka merasa peduli untuk mengembalikan Qarun ke jalan yang benar, agar tidak terus tenggelam dalam keangkuhan dan kesewengan-wenangannya. Pesan tersebut terekam dalam surah Al-Qashash ayat 76 dan 77. Di antara kandungannya: Pertama, Qarun jangan terlalu bangga dengan apa yang dimilikinya itu, sebab sikap seperti itu dapat mengantar kepada keangkuhan dan menjadikan seseorang tenggelam dalam bidang material, melupakan fungsi harta serta mengabaikan akhirat dan nilai-nilai spritual. (Quraisy Shihab: Tafsri Al-Mishbah, jilid 10, hal. 404-405). Kedua, agar Qarun tidak hanya menggunakan gudang-gudang kekayaannya itu untuk tujuan duniawi semata, tetapi juga untuk tujuan akhirat. Ketiga, Qarun mesti menghentikan kesewenang-wenangannya, dan segera berbuat kebaikan (ihsan) kepada semua orang, kepada setiap makhluk, sebab Allah telah berbuat baik (ihsan) kepada Qarun dengan memberikannya harta yang melimpah. Keempat, Qarun dengan limpahan kekayaannya itu jangan membuat kerusakan di muka bumi. Al-Ghazin berkata: bahwa yang dimaksud dengan membuat kerusakan di muka bumi di sini adalah "bahwa siapapun yang telah melakukan kemaksiatan kepada Allah maka ia melakukan kerusakan di muka bumi. Allah tidak menyukai orang-orang yang membuat kerusakan seperti Qarun". Al-Ghazain, Tafsri Al-Ghazin: jilid 3, hal. 182). Abaikan Peringatan Qarun, bukan saja tidak peduli dengan peringatan dari kaumnya yang peduli itu, bahkan dengan angkuh dia berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberikannya karena ilmu yang ada padaku…" (Q.S. Al-Qashash: 78). Di dalam Tafsir Ibn Katsir dikatakan sebagai berikut: "Sesungguhnya aku tidak membutuhkan nasehatmu, karena Allah telah memberikan kekayaan yang melimpah ini kepadaku, disebabkan Dia mengetahui bahwa aku patut memperoleh dan pemberian itu adalah tanda kasih sayang Tuhan kepadaku" (Ibu Katsir: Terjemah Ringkas Tafsri Ibn Katsir, jilid 6, hal. 183). Tidak hanya sampai di situ, Qarun pun, sebagaimana yang diinformasikan oleh Al-Qur’an "keluar kepada kaumnya dalam kemegahannya" (QS. Al-Qashash: 79). Hamka berkata: "Maka keluarlah Qarun dari dalam gedung mahligainya yang megah itu dengan pongah dan congkak serta angkuhnya; keluar dengan sengaja hendak mempertontonkan kekayaannya kepada manusia yang ada di masa itu. Dia berarak lengkap dengan segala perhiasannya yang lazim pada masa itu". (Hamka, Tafsri Al-Azhar: juz 20, hal. 130). Sikap Terhadap Qarun Penampilan Qarun dengan kemewahannya, menyilaukan mata sebagian orang. Tetapi sebagian lain tetap berkeyakinan bahwa apa yang ada di sisi Allah jauh lebih baik. "…berkata mereka yang menghendaki kehidupan dunia: ‘Moga-moga kiranya kita memiliki seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai bagian yang besar’. Dan berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu" ‘kebinasaan bagi kamu, padahal Allah adalah jauh lebih baik bagi orang-orang yang berimandan beramal saleh. Dan tidak diperolehnya kecuali oleh orang-orang yang sabar". (QS. Al-Qashash, 79-80). Bagaimanapun, sebagaimana yang ditegaskan oleh Al-Quran surah Al-Qashash, ayat 81-82, setelah Qarun dan kekayaannya ditenggelamkan kedalam perut bumi. "Di dalam Perjanjian Lama, Bilangan XVI:, 1, Qarun dinamai Korah dan disebutkan bahwa ia bersama dua temannya mengajak orang-orang untuk memberontak terhadap Musa, dan pada akhirnya: Terbelahlah tanah di bawah mereka dan bumi membuka mulutnya dan menelan mereka dengan seisi rumahnya dan dengan semua orang yang ada pada Korah dan dengan segala harta milik mereka (XVI: 31-31). Kemenangan Di akhir ayat-ayat tentang Qarun ini, ditegaskan bahwa kebahagiaan akhirat tidak untuk orang-orang seperti Qarun, tetapi untuk orang-orang yang tidak menghendaki keangkuhan dan kerusakan di muka bumi. Kemenangan pasti untuk orang-orang yang berjalan di atas jalan yang benar (yang takwa). Satu ketentuan yang mesti ditanamkian di dalam hati adalah: Kebaikan yang dilakukan pasti berbuah berbagai kebaikan. Kejahatan pula pasti dibalas dengan yang setimpal. (Perhatikan QS. Al-Qashash: 83-84). Pelajaran Pertama, Qarun adalah tipe manusia yang tidak perduli dengan kehidupan orang lain, yang hanya konsen terhadap kehidupan dan kesenangan personal dengan menumpuk kekayaan sebanyak-banyaknya dengan cara apapun jua. Kedua, dalam menghadapi tipe manusia seperti ini masyarakat tidak boleh diam. Seperti halnya masyarakat Nabi Musa yang hidup bersamaQarun, mereka memberikan peringatan-peringatan kepada Qarun. Ketiga, perlu diperhatikan bahwa masyarakat yang langgeng adalah masyarakat yang perduli, masyarakat yang konsen terhadap berbagai penyimpangan dan kejahatan, yang turut berpartisipasi untuk menghentikan kejahatan-kejahatan, seperti kejahatan Qarun yang memperkaya diri, atau kejahatan korupsi ketika ini. Masyarakat yang larut bersama kejahatan akan lenyap, seperti Qarun yang ditenggelamkan besama pengikut-pengikutnya. Keempat, Qarun adalah tipe manusia yang bukan saja tidak ideal tetapi bahkan termasuk dalam tipe yang sangat tercela. Terakhir, harapan terakhir kita memang kepada Tuhan, bahwa para Qarun-Qarun (koruptor-koruptor) akan dibinasakan Tuhan, tetapi setiap individu, terutama negara mesti melakukan upaya-upaya yang serius dan terus menerus, berani dan tidak ragu-ragu. (Penulis :Dosen F.S. IAIN-SU. Ketua I. STAI Al-Ishlahiyah Binjai. Direktur. CIDEW Indonesia) (wns) |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar