Minggu, 17 Juni 2007

Haji Mabrur

Ahlan wa sahlan! Selamat datang saudara-saudara yang telah selesai menunaikan ibadah haji. Hari-hari sekarang dan beberapa hari ke depan mereka kembali ke Tanah Air, berjumpa lagi dengan keluarga dan sanak famili, kerabat dan sahabat.

Teriring doa semoga menggapai haji mabrur. Amin. Mabrur, sebuah kalimat keramat, sakral, agung, dan terhormat. Haji mabrur merupakan obsesi, dambaan, cita-cita, dan puncak capaian setiap hamba Allah yang menunaikan ibadah haji. Hatta harus melalui sebuah usaha, proses yang berat dan melelahkan serta penuh perjuangan, bahkan kelaparan sekalipun seperti yang terjadi di Arafah dan Mina baru-baru ini.

Demi sebuah harapan dan cita-cita yang mulia, luhur, dan suci itu mereka rela berkorban dan mati (syahid). Persoalannya adalah, meminjam ungkapan Prof Dr H Nasaruddin Umar MA, sulit mengukur haji mabrur, namun untuk itu harus diperjuangkan dengan sungguh-sungguh. Karena, ia tidak bisa ditakar secara matematis, rasionalistis, tapi lebih ditentukan oleh value dan manifestasi serta aktualisasi diri dalam perilaku kehidupan sehari-hari.

Merujuk pada tuntunan Rasulullah SAW, ada tiga indikator haji mabrur. Pertama, memberi makan seseorang. Ini berarti seseorang yang memperoleh haji mabrur harus mampu membuktikan dirinya dalam wujud dan perilaku keseharian yang humanis, hidup sederhana, penuh kebersamaan, amat peduli terhadap keadaan dan nasib orang lain, terutama kaum dhuafa dan mustad afin. Rasulullah SAW pernah bersabda, tidak akan mencium bau surga orang yang perutnya kenyang sendiri sementara di sekitarnya menderita kelaparan.

Kedua, bertutur kata lemah lembut dan sopan. Ada sebuah ungkapan bijak bahwa keselamatan seseorang terletak pada kemampuannya memelihara lidah. Mulutmu adalah harimaumu. Karena akibat yang akan ditimbulkannya, baik dan buruk, positif negatif, untung rugi, hitam putih sesuatu banyak ditentukan oleh ucapan seseorang.

Seorang haji mabrur tentu dari mulutnya, akan keluar kalimat thayibah, kata-kata yang jujur, bijak, santun, tulus, dan menyejukkan serta bernilai. Tausiah atau nasihat yang berguna penuh pesona. Berucap yang baik, kalau tidak lebih baik diam sama sekali. Karena diam adalah emas.

Ketiga, menebar salam (perdamaian). Haji mabrur akan senantiasa merajut silaturahim, dan mempererat ukhuwah, memperkokoh persatuan dan kesatuan. Pendek kata, dalam diri mereka terkandung misi dan tanggung jawab menebar salam dan rahmat. Berjumpa dan berpisah dengan salam (rahmatan lil alamin). Selamat menjadi haji mabrur.

(Moersjied Qorie Indra )

Tidak ada komentar: