Minggu, 03 Juni 2007

Islam Rahmat untuk Seluruh Alam
28-3-2007

Oleh : NURCHOLISH/SYIRAH

Nabi Muhamad saw bersabda: “Aku diutus Allah hanyalah untuk menyempurnakan akhlak yang luhur.” HR Imam Malik bin Anas dan Imam Ahmad bin Hambal.

Untaian hadits di atas tertuang dalam Al-Muwaththa karya Malik bin Anas, Kitab: Husn al-Khuluq, Hadits nomor 1609, juz II, halaman 904, dan Al-Musnad karya Ahmad bin Hambal, juz II, halaman 381.

Hadits ini merupkan penegasan kembali dari firman Allah yang tertuang dalam QS al-Anbiya’/21:107:

“Aku utus kamu (Muhammad) hanya untuk menyebarkan rahmat Tuhan pada alam semesta.” (Wa mâ arsalnâka illâ rahmatan li al-aalamîn).

Dari hadis di atas sebenarnya kita dapat memahami bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad dengan ajaran Islam hendak memberikan rahmat untuk seluruh alam semesta tanpa terkecuali, karena hal itu merupakan amanah yang diberikan oleh Allah swt kepadanya.

Dengan pernyataan Nabi Muhammad tersebut kita juga dapat mengatakan secara lebih konkret bahwa cita-cita al-Quran sesungguhnya adalah tegaknya kehidupan manusia yang bermoral luhur dan menghargai nilai-nilai kemanusiaan universal (humanisme universal). Karena al-akhlaq adalah bentuk plural (jama’) dari kata al-khuluq yang memiliki akar kata yang sama dengan al-khalq (penciptaan), al-khaliq (pencipta), dan al-makhlûq (yang diciptakan).

Dalam pandangan Kiai Husein Muhammad (2001: 16), pengasuh Pondok Pesantren Dar at-Taqwa, Arjawinangun Cirebon, Jawa Barat, prinsip-prinsip kemanusiaan itu antara lain diwujudkan dalam upaya-upaya penegakan keadilan, kesetaraan, kebersamaan, kebebasan, dan penghargaan terhadap orang lain, siapapun dia.

Ini semua berlaku secara universal. Semua orang di mana pun di muka bumi ini, kapan pun dan dengan latar belakang apa pun, mencita-citakan hal-hal tersebut. Pernyataan-pernyataan mengenai prinsip-prinsip ini dapat kita jumpai dalam banyak tempat di dalam al-Quran.

Menurut Husein, sebagai cita-cita atau visi, semua prinsip di atas haruslah menjadi dasar bagi pikiran, pandangan, dan aktivitas kita ketika melakukan kajian terhadap ayat-ayat al-Quran yang membicarakan persoalan-persoalan yang lebih spesifik dan detil.

Dalam arti lain, ayat-ayat yang membicarakan mengenai suatu persoalan yang terjadi dalam masyarakat ketika ayat-ayat itu dihadirkan haruslah dipandang sebagai suatu petunjuk belaka tentang bagaimana mengimplementasikan cita-cita di atas dalam realitas sejarah yang menyertainya.

Sebut saja soal hudud (hukum pidana Islam), rajam, qishash (hukuman setimpal bagi orang-orang yang melakukan tindak pidana), potong tangan, dan sebagainya, yang secara terang dipaparkan dalam al-Quran oleh sebagian besar umat Islam dipandang sebagai ayat-ayat yang qath’i (pasti), tidak dapat diubah dalam implementasinya.

Tetapi, bagi sebagian umat Islam, ayat-ayat semacam itu juga merupakan suatu petunjuk belaka untuk menerapkan prinsip-prinsip keadilan dan kemanusiaan. Artinya, hudud, rajam, qishash, dan potong tangan hanyalah alat yang bisa jadi efektif untuk dapat dilakukan ketika masa itu (Kenabian Muhammad), tetapi belum tentu efektif jika kita implementasikan dalam konteks keindonesiaan dan kekinian.

Wacana seperti ini dapat dipahami secara jelas dengan merenungkan alasan mengapa al-Quran tidak diturunkan secara sekaligus, melainkan secara bertahap. Cara penurunan wahyu seperti itu memang sangat indah dan mengagumkan. Ini merupakan bentuk kearifan Allah yang luar biasa. Dengan cara seperti ini, al-Quran yang dibawa Nabi berhasil merealisasikan misinya untuk menegaknya kehidupan manusia yang bermoral luhur dan menghargai nilai-nilai kemanusiaan.

Al-Quran telah berhasil membawa kehidupan masyarakat Arab dalam nuansa-nuansa yang sangat sesuai dengan ruang dan waktu yang dibutuhkan. Tentu tidak mengherankan jika dalam tempo yang teramat singkat al-Quran dan Nabi Muhammad saw telah mengubah dunia Arab dari kondisi sebelumnya yang suram, muram, dan kelam menjadi cerah dan beradab.

Tantangan kita (umat Islam) dewasa ini adalah bagaimana cita-cita sekaligus keberhasilan yang sudah ditorehkan oleh Nabi SAW dapat terus diimplementasikan di tengah masyarakat yang majemuk. Apalagi di tengah stigma bahwa Islam adalah agama yang berwajah sangar dan garang beberapa waktu terakhir belum juga pupus.

Kini saatnya kita tampilkan wajah Islam yang ramah, mendamaikan, mencerahkan serta membebaskan seluruh umat manusia, sebagai tanggung jawab untuk mewujudkan misi Islam sebagai agama rahmatan li al-alamiin, rahmat bagi semua makhluk di alam ini. Wallahua’lam.[]


Tidak ada komentar: