Fajar 1 Syawal sebentar lagi menyingsing di ufuk timur, pertanda kita berada di suatu hari yang sangat berbahagia. Takbir, tahmid, dan tasbih terdengar ke atas penjuru langit. Baik di kota maupun di desa, di gunung maupun di lembah, di pantai maupun di pedalaman, di perumahan kumuh maupun di komplek perumahan mewah.
Orang berbondong-bondong melaksanakan shalat Id berjamaah. Mereka laksana drama kolosal kemanusiaan, berduyun-duyun pergi menuju masjid, mushala dan lapangan untuk menunaikan salat Id yang menandai berakhirnya puasa Ramadhan dan sekaligus simbol kemenangan umat Islam karena telah berhasil melewati ujian berat: berpuasa selama sebulan penuh di bulan suci Ramadhan. Untuk itu, kita saling bersalaman mengucapkan selamat kepada sesama kaum muslimin, saling memberi maaf, dengan perasaan suka cita dan penuh kegembiraan merayakan hari kemenangan.
Bagi siapa saja yang berhasil melewati ujian maha berat selama Ramadhan, dijanjikan oleh Allah SWT akan diampuni segala dosanya dan dibebaskan dari azab api neraka. Bahkan lebih dari itu, Allah SWT akan mengembalikan manusia kepada kesucian primordial yaitu fitrah kemanusiaan yang bersifat azali. Karena itu, hari kemenangan disebut Idul Fitri, yang berarti kembali kepada kesucian (fitrah).
Kembali ke fitrah merupakan puncak pencapaian spiritualitas yang sangat didambakan dan membahagiakan bagi setiap muslim. Kembali ke fitrah berarti kita memperoleh penyucian jiwa (tazkiyatun-nafs) yang selama 11 bulan terlumuri oleh berbagai kotoran, noda, dan dosa yang telah mereduksi nilai kemanusian kita. Kembali ke fitrah berarti kita memperoleh pembebasan dari segala belenggu nafsu duniawi yang membuat kita terlena, bahkan acapkali membuat kita berpaling dari Allah SWT (QS: Al Muzzamil [73]:9, 15).
Kembali ke fitrah berarti kita memperoleh kesempatan untuk mendekatkan diri (taqarrub) ke haribaan Allah SWT yang Mahasuci, karena jiwa kita telah disucikan oleh-Nya. Kesempatan untuk bertaqarrub ke haribaan Allah SWT itulah yang amat membahagiakan dan menjadi dambaan bagi setiap Muslim.
Bagi bangsa Indonesia, ujian dirasakan jauh sebelum Ramadhan. Bencana alam seperti susul menyusul, krisis moral, dan bencana kemanusian seperti kerusuhan, kelaparan, serta musibah lainnya. Ramadhan semestinya menjadi bulan perenungan. Bulan intsrospeksi.
Oleh karena itu, mari kita jadikan Idul Fitri sebagai momentuam untuk melakukan koreksi menyeluruh (istisab) terhadap berbagai praktek kehidupan sosial keagamaan dan kemasyarakatan kita. Agar bangsa Indonesia kembali ke fitrah. Agar Indonesia kembali ke cita-cita dasar dan luhur dibentuknya Republik Indonesia oleh para pendiri bangsa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar