Minggu, 17 Juni 2007

Shalat Berjamaah

Shalat berjamaah merupakan miniatur sistem kepemimpinan dalam kehidupan bermasyarakat. Di sana terdapat seorang imam sebagai pemimpin dan para makmum sebagai orang yang dipimpin.

Bagaimana kriteria imam? Nabi Muhammad SAW bersabda, ''Orang yang menjadi imam bagi suatu kaum ialah orang yang paling baik bacaan Alqurannya. Bila sama-sama baik bacaannya, diambil yang paling alim dalam bidang agama. Bila sama-sama alim, dipilih yang paling dahulu hijrahnya. Bila sama-sama terdahulu dalam berhijrah, maka dipilih yang paling tua umurnya.'' (HR Muslim).

Berdasar hadis di atas, setidaknya ada empat kriteria dasar yang dapat kita jadikan acuan dalam menetapkan seorang pemimpin. Pertama, orang yang paling baik bacaan Alqurannya diibaratkan dengan orang yang qualified dan kredibel terhadap apa yang dipimpinnya. Kepemimpinan tak akan berjalan baik manakala dijalankan oleh orang yang tak ahli dan tak mengerti permasalahan yang dipimpinnya.

Kedua, orang yang alim dalam bidang agama, diasumsikan dengan orang yang memiliki ilmu pengetahuan luas dan tidak terkungkung dalam kepemimpinannya. Pemimpin yang berwawasan sempit dan picik akan menimbulkan efek menyengsarakan orang yang dipimpin.

Ketiga, orang yang paling dahulu hijrahnya, dianalogikan sebagai orang yang melakukan reformasi. Karena makna hijrah dan makna reformasi sangat mirip, yaitu perubahan radikal dengan tujuan perbaikan dalam masyarakat.

Keempat, Orang yang paling tua usianya, diilustrasikan dengan orang yang berpengalaman. Kepemimpinan belum akan sempurna manakala dipimpin oleh orang yang belum berpengalaman.

Kriteria ini semakin kaya dengan tambahan syarat, bahwa seorang imam dalam shalat berjamaah, tidak boleh berbuat fasik (melakukan dosa besar). Analoginya dalam kepemimpinan masyarakat, seorang pemimpin tidak boleh melakukan hal-hal yang termasuk dalam kategori merugikan masyarakat, seperti korupsi, kolusi, nepotisme, dan perbuatan maksiat lainnya.

Ketika shalat berlangsung dan imam melakukan kesalahan, makmum harus mengingatkan dengan cara yang sudah diatur dalam ketentuan shalat. Artinya, pemimpin harus bersedia diingatkan. Ketika sang imam mengalami uzur (sakit atau -- maaf -- kentut) maka imam harus digantikan oleh orang yang berada persis di belakangnya. Karena itu, makmum yang berdiri persis di belakang imam haruslah seseorang yang juga memiliki kriteria imam.

Begitu pula dalam kepemimpinan, kita jangan hanya melihat orang nomor satunya saja, orang keduanya pun harus memiliki kualitas yang setara.

(Rahmaji Asmuri )

Tidak ada komentar: