[QS. Al-Maidah 5:2] 30-4-2007
Oleh : AHMAD NURCHOLISH
Wata`âwanû `ala al-birri wa at-taqwâ walâ ta`âwanû `ala al-itsmi wa al-`udwân wattaqûllâha inna allaha syadîdu al-iqâb
Hendaklah kamu tolong menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan, dan janganlah saling membantu dalam perbuatan dosa dan permusuhan. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras dalam hukuman-Nya.
Sambil mencermati kembali ayat di atas, kini saatnya, sebagai muslim Indonesia, kita belajar menjadi tauladan bagi seluruh umat manusia.
MELALUI ayat ini Allah swt menyuruh umat manusia untuk saling membantu, tolong menolong dalam mengerjakan kabaikan dan ketaqwaan. Sebaliknya Allah melarang manusia untuk menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran.
Sebagai makhluk sosial, manusia tak bisa hidup sendirian. Meski segalanya ia miliki, harta benda yang berlimpah sehingga apa yang ia mau dengan mudah terpenuhi, tapi jika ia hidup sendirian tanpa orang lain yang menemani tentu akan kesepian pula. Kebahagiaan mungkin pula tak pernah ia rasakan.
Lihat saja betapa merananya (nabi) Adam ketika tinggal di surga. Segala kebutuhan yang ia perlukan disediakan Tuhan. Apa yang ia mau, saat itu juga dapat dinikmatinya. Tetapi lantaran ia tinggal sendirian di sana , ia merasa kesepian. Segala yang di sediakan oleh Sang Pencipta bak terasa hampa menikmatinya.
Dalam kesendirian yang diselimuti rasa kesepian itu Adam berdoa pada Tuhan agar diberikan seorang teman. Allah mengabulkan. Seperti diceritakan dalam al-Quran, Allah lalu menciptakan Hawa, Eva dalam Al-Kitab, untuk menemani Adam.
Sebagai makhluk sosial manusia selalu membutuhkan orang lain. Tak hanya sebagai teman dalam kesendirian, tapi juga partner dalam melakukan sesuatu. Entah itu aktivitas ekonomi, sosial, budaya, politik maupun amal perbuatan yang terkait dengan ibadah kepada Tuhan. Di sinilah tercipta hubungan untuk saling tolong menolong antara manusia satu dengan yang lainnya.
Nah, Allah swt. memberikan rule agar dalam proses tolong menolong itu seyogyanya ketika kita melakukan hal-hal yang baik, tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah keagamaan maupun budaya atau norma yang berlaku di masyarakat di mana kita tinggal.
Tentu kita prihatin manakala membaca berita-berita di media massa maupun menyaksikan sendiri di lingkungan kita, ada banyak orang atau kelompok justru saling bahu membaahu, tolong menolong dalam melakukan kebathilan. Entah itu pencurian, korupsi, pembunuhan, penindasan, penculikan, kekerasan, pembabatan hutan, dan lainnya. Semua dilakukan secara berjamaah. Tidakkah ini bertentangan dengan anjuran Tuhan seperti ditandaskan ayat di atas?
Padahal, negeri ini konon sebuah negeri yang dihuni mayoritas umat Islam terbesar di belahan dunia. Setiap hari masjid dan mushola bertambah. Jamaahnya pun kian membludak. Tiap tahun jumlah jemaah haji juga makin tak terbendung, selalu melebihi kuota. Syiar-syiar agama juga menghiasi media massa cetak-elektronik. Bahkan piranti teknologi informasi mutakhir bernama telepon seluler dapat kita manfaatkan sebagai media belajar agama. Apa yang kurang dari semua itu?
Nampaknya kita memang mesti menelaah ulang, merenungi kembali model keberagamaan kita selama ini. Jangan sampai terjebak pada hedonisme religius, taat secara ritual, tapi miskin secara spiritual dan subtansial.
Sambil mencermati kembali ayat di atas, kini saatnya, sebagai muslim Indonesia, kita belajar menjadi tauladan bagi seluruh umat manusia. Tentu kita semua ingin, bangunan ukhuwah islamiyah yang sudah terbangun di antara internal umat Islam dapat meluas menjadi ukhuwah wathoniyah (persaudaraan kebangsaan) dan ukhuwah insaniyah (persaudaraan antar sesama manusia) tanpa harus melihat asal usul, warna kulit, asal suku bangsa, budaya dan agama []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar