Selasa, 03 Juli 2007

Suap

Oleh : M Arifin Ilham

Kita bicara tentang ar-risywah atau sogokan, sesuatu yang lazim di negeri ini. Korupsi dalam bentuk sogok-menyogok bukan lagi membudaya, tapi sudah melembaga bahkan fungsional.

Ketika kita mengurus SIM, biayanya bisa tiga sampai empat kali lipat dari biaya resmi. Demikian pula biaya pembuatan paspor bisa lebih dari dua kali biaya resmi. Itu sudah lazim. Bahkan, untuk pembuatan KTP, bisa beberapa kali tarif resmi. Belum lagi untuk urusan pengadilan, kejaksaan, izin usaha, dan sebagainya.

Dan para pemimpin negeri ini tahu semua, tapi tutup mata tentang hal ini. Padahal, Nabi telah menegaskan, ''Penyogok, yang disogok, dan perantaranya akan dijebloskan ke neraka.'' Berapa lama kita hidup? Apakah tidak khawatir sakaratul maut, siksa kubur, dahsyatnya hari kiamat, dan siksa akhirat?

Jadi, jangan berpikir yang haram itu hanyalah anjing dan babi. Padahal, cara mencari rezeki yang tidak halal, tak ubahnya makan anjing dan babi. Menerima sogokan merupakan rezeki yang tidak halal. Kemudian bentuk kedurhakaan kepada istri dan anak, bentuk kedurhakaan kepada keluarga, jangan meremehkan hal itu.

''Tidak akan masuk surga darah yang mengalir dari sesuatu yang haram,'' kata Nabi.

Dengan masuknya sesuatu yang tidak halal dalam darah, akan menjadi gang-gangnya setan (satanic room). Mereka yang makan itu akan tumbuh karakter yang buruk dalam dirinya, hati yang busuk, pikiran yang buruk, akhlak yang tidak baik, dan karena yang dilakukan mayoritas penduduk negeri ini, maka terjadilah mayoritas yang tidak baik itu. Tak heran pemimpin negeri ini buruk akhlaknya. Kalaupun ada yang baik sudah tenggelam oleh mayoritas yang buruk.

Kalau perlu ditulis di tiap-tiap kantor, hadis Nabi yang artinya, ''PENYOGOK DAN YANG DISOGOK AKAN DIMASUKKAN KE NERAKA'', sehingga semua mengevaluasi perjalanan negeri ini. Mengapa? Sebab bencana-bencana pun terjadi tidak dianggap sebagai sebuah teguran Allah, kecuali hanya dijawab dengan logika, dengan zikir ritual, tanpa aplikasi yang nyata. Sesungguhnya, para penguasa yang lebih kompeten akan hal ini, sementara kewajiban ulama sebatas hanya mengingatkan.

Kita memang rindu negeri ini bebas dari sogok menyogok. Kita juga rindu pemimpin yang saleh, yang punya semangat membersihkan negeri ini dari sogok-menyogok. Ya Allah, selamatkanlah negeri kami, karena kami sudah telanjur cinta negeri ini.

Tidak ada komentar: