Oleh : Hamim Enha
Dari Ummu ‘Atiyah, dari Abi Sa’id, ia mengatakan: “Rasulullah saw. bersabda: “Sebaik-baik jihad adalah (menyatakan) kata-kata yang haq di depan penguasa yang dlalim.”
Dalam riwayat lain:
Dari Abi Umamah, ia menyatakan: “Ada seorang laki-laki, pada saat melakukan jumrah ula (melempar batu kerikil yang pertama dalam ritual Haji), bertanya kepada Rasulullah: “Wahai Rasulullah, jihad apa yang paling baik?” Beliau diam. Maka ketika melakukan jumrah tsaniyah (melempar batu yang kedua), dia bertanya lagi, dan beliau pun kembali terdiam. Dan ketika melakukan jumrah aqabah (melempar batu yang terakhir), beliau memasukkan kaki beliau ke pelana kuda untuk menaikinya, lantas bertanya: “Mana orang yang tanya tadi?” Dia menjawab: “Aku (di sini) wahai Rasulullah.” Beliau menjawab: “(sebaik-baik jihad adalah) kata-kata haq yang disampaikan di depan penguasa yang dlalim.”
Semenjak tragedi meledaknya gedung WTC di Amerika Serikat pada September 2001 kemudian disusul oleh aksi teror di bumi Indonesia dengan diwarnai pengeboman di Bali, Ambon, Jakarta, Poso dan lainnya. Yang sungguh membuat miris hati adalah teror bom yang membuat banyak orang meregang nyawa dan menimbulkan rasa takut dan was-was masyarakat kita itu, dipercayai oleh pelakunya sebagai jihad.
Jihad, dalam ajaran Islam adalah ibadah yang tak terhingga nilainya. Bahkan anjuran berjihad di dalam Al-Quran diulang berkali-kali demi menegaskan penting dan besarnya nilai berjihad. Anjuran berjihad tak hanya dilakukan dengan fisik semata, tetapi juga dengan harta, kalau memang perlu jiwa pun dikorbankan. Karena itulah, janji Allah SWT terhadap pelaksanaan Jihad adalah Surga yang harum dengan keindahan tiada tara.
Akan tetapi, Terorisme tidak ada sangkut pautnya dengan Jihad. Dalam istilah dunia pesantren, Terorisme Huwa Syaiun (Terorisme adalah satu hal), wa al-jihadu syaiun akhar (Sedangkan Jihad adalah hal yang lain). Tak ada kaitannya dan tak berhubungan sama sekali. Jihad merupakan pemeliharaan atas harga diri, dan jiwa-jiwa manusia yang tak berdosa. Karena itu Jihad yang dilakukan oleh Rasulullah SAW. adalah jihad untuk menegakkan kebenaran, bukan malah meluluh lantakkan peradaban kemanusiaan seperti yang dilakukan oleh para teroris.
Jihad bisa dilakukan dengan banyak cara dan sikap. Menciptakan penemuan-penemuan baru untuk kepentingan umat manusia bisa juga disebut Jihad, mati-matian membela kehormatan dan harga diri keluarga adalah jihad. Bahkan jika ada kewajiban berperang oleh pemerintah karena adanya ancaman musuh, maka seorang pemuda yang masih mempunyai tanggungan di rumahnya tak diharuskan maju ke medan perang. Jihadnya adalah menjaga keluarganya.
Dalam satu hadis, Rasulullah bahkan bersabda : “Kita kembali dari Jihad Kecil Menuju Jihad Besar.”
Dan yang dimaksudkan jihad besar di dalam hadis itu bukanlah perang, mengangkat pedang, atau aksi teror, melainkan mengekang dan mengendalikan hawa nafsu. Karena nafsu itu pula lah sebenarnya biang masalah. Terorisme adalah satu hal dimana nafsu tak bisa dikekang, yaitu nafsu kemarahan dan kebencian kepada pihak lain dengan membunuh orang-orang tak bersalah.
Salah satu model jihad, yang tak boleh diabaikan adalah mengingatkan, menasehati dan mengkritik penguasa, jika dirasa penguasa tak lagi berbuat adil untuk rakyatnya. Hadis Ummu Atiyah dan Abi Umamah itu mengajarkan bahwa melakukan kritik kepada pemerintah serta memberikan nasihat-nasihat yang baik dan membangun kepada pemerintah juga mengandung nilai jihad. Bahkan dianggap oleh Rasulullah sebagai jihad yang terbaik, sebagai jawaban pertanyaan sang lelaki, “Wahai Rasulullah, Jihad apa yang paling baik?,” yaitu ucapan yang benar di hadapan penguasa, bukan ucapan palsu atau pernyataan “Asal Bapak Senang”.
Melakukan kritik dan memberi nasihat kepada penguasa untuk terus bertindak adil, memakmurkan rakyat adalah kewajiban setiap warga negara, walaupun perbuatannya itu bisa mengancam dirinya. Andaipun kemudian terbunuh karena perkataan yang benar di depan penguasa itu, maka gelar Syahid menjadi simbol penghargaan baginya.
Rasulullah mengatakan: “Penghulu para syuhada’ adalah Hamzah, serta orang yang berdiri di hadapan seorang penguasa yang dlalim, lalu menasihatinya, kemudian dia dibunuh.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar