Sabtu, 07 Juli 2007

MENGHADIRKAN SEMANGAT MULA AGAMA

Djohan Effendi


Andaikata nabi-nabi pembawa awal agama-agama lahir kembali dan hidup di tengah-tengah kita sekarang, saya rasa mereka tidak akan mengulang lagi apa yang mereka ucapkan dahulu seperti dilakukan oleh para pengikut mereka. Mereka akan berbicara tentang masalah-masalah sekarang dengan bahasa yang dipahami manusia sekarang. Mereka tentu akan memansukhkan apa yang mereka ajarkan dahulu dan mengajarkan hal-hal yang lebih relevan dan kontekstual dengan masalah kemanusiaan masa kini.

Tapi ini hanya sebuah pengandaian yang mustahil. Ini tidak lebih dari sebuah pengandaian untuk menggambarkan bahwa para penganut agama-agama saat ini menghadapi situasi dan tantangan yang jauh berbeda dengan situasi dan tantangan yang dihadapi oleh para nabi pembawa agama-agama dahulu. Umat agama-agama menghadapi tantangan bagaimana membangun relevansi kontekstual antara ajaran-ajaran agama dan tuntutan masyarakat yang mengalami perubahan terus-menerus.

Kalau kita mengamati apa yang berkembang dalam kehidupan masyarakat beragama tampaknya ada berbagai bentuk jawaban yang diberikan terhadap tantangan kontemporer yang mereka hadapi. Ada yang mengidolakan masa lalu dan berusaha mewujudkannya kembali di masa kini ada pula yang sama sekali tidak mempedulikannya. Kedua jawaban ini merupakan dua kutub yang bertolak belakang. Untuk memudahkannya bisa disebut sebagai kubu fundamentalis dan kubu sekularis. Yang pertama ingin mengisi ruang publik dengan parabot masa lalu sedangkan yang kedua membuangnya dan mengisi dengan parabot yang sama sekali baru. Di antara kedua kutub itu terdapat berbagai variasi jawaban. Munculnya berbagai ungkapan yang dinisbahkan kepada berbagai kelompok dan corak pemahaman penganut agama seperti tradisionalis, konservatif, literalis, fundamentalis, modernis, reformis, liberalis, sekularis dan entah apa lagi menggambarkan betapa bervariasinya jawaban tersebut.

Saya tidak ingin ikut serta dalam kontroversi berbagai jawaban di atas yang saya rasa berangkat dari usaha menerjemahkan ajaran agama ke dalam realitas kehidupan masyarakat tapi mencoba berangkat dari usaha mengambil inspirasi dari kehadiran para pembawa awal agama-agama. Sebab ada perbedaan antara agama-agama di masa pembawa awalnya masih hidup dan agama-agama di masa sesudahnya. Di masa hidup para pembawa awalnya agama-agama masih belum terinstitusi, terstruktur dan terbirokrasikan. Kitab-kitab suci masih belum ada setidak-tidaknya belum terbukukan. Agama-agama di masa awalnya muncul sebagai élan yang membawa pencerahan dan memberikan perspektif baru bagi kehidupan manusia. Namun kemudian perlahan-lahan terjadi perbakuan dan pengilmiahan ajaran-ajaran agama-agama. Keberagamaan penganut agama terpolakan dan terlembagakan. Muncul institusi, birokrasi dan hirarki dalam masyarakat beragama. Adalah tidak mengherankan apabila kemudian agama-agama kehilangan élan prophetiknya yang menyemangati kehadiran para nabi pembawa mula agama-agama. Peran kreatif agama-agama menurut saya hanya mungkin apabila kita kembali menghadirkan semangat pencerahan yang dibawa para nabi secara`kreatif dalam konteks zaman kita sekarang.


(tulisan ini dipresentasikan dalam seminar "Kontestasi wacana terorisme, 28 Januari 2006 yang diselenggarakan oleh LKiS Yogyakarta)

Tidak ada komentar: