Selasa, 17 Juli 2007

Amal tanpa Keikhlasan akan Sia-sia (QS. Al-Isra’/17: 18-19) 13-7-2007
Oleh : AHMAD NURCHOLISH/SYIRAH

“Barang siapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang kami kehendaki bagi orang yang kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh (ikhlas) sedang ia adalah mu'min, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik.” (QS. Al-Isra’/17: 18-19)

Al-Faqih Abu Laits Samarqandi dalam kitabnya Tanbih al-Ghafilin (Pengingat bagi yang Lupa) mengomentari ayat ini dengan menjelaskan bahwa amal perbuata atau ibadah seorang mukmin akan menjadi sia-sia manakala tidak dibarengi dengan keikhlasan. (hal. 6-7).

Dalam sebuah Hadits yang diriwayatkannya dengan sanad dari Amr Maula Mutallib dari Ashim dan Muhammad Labied, Nabi saw bersabda:

“Syirik kecil adalah suatu penyakit yang sangat berbahaya bagi kalian. Lalu, para Sahabat bertanya, apakah syirik kecil itu ya Rasul? Jawab beliau: “Riya’ (pamer). Besok di hari Kiamat, Allah menyuruh mereka mencari pahala amalnya, kepada siapa tujuan amal mereka itu. FirmanNya: “Carilah manusia yang waktu hidup di dunia, kamu beramal tujuannya hanya untuk dipuji/disanjung oleh mereka, mintalah pahala kepada mereka itu”

Bahkan, dalam hal ini Al-Faqih menegaskan bahwa mereka yang tidak ikhlas itu diperlakukan kasar adalah wajar, karena amal mereka di dunia hanyalah penipuan belaka. Ini sejalan dengan firman Allah swt dalam QS. an-Nisa/4:142, di mana dijelaskan bahwa orang-orang munafik itu menipu Allah dan dalam beramal hanya untuk mendapatkan punian dari orang lain.

Begitu juga dalam Hadits Qudsi yang diriwayatkan oleh al-Faqih dari Abu Hurairah, Nabi saw bersabda: “Allah swt berfirman: “Aku tidak memerlukan sekutu ataupun amal yang syirik padaKu. Barangsiapa melakukannya, maka terlepas dariKu (bukan urusanKu).

Dalam hadits tersebut mengandung pengertian bahwa amal baik apapun yang dilakukan tanpa ikhlas, tidak akan diterima dan balasannya kecuali neraka, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah di atas.

Dari ayat tersebut, al-Faqih menyimpulkan bahwa tiada balasan bagi amal yang niatnya bukan karena Allah. Sebab, Allah hanya menerima amal yang ditujukan kepadaNya.

Sekalipun orang itu penialian secara umum adalah sebagai orang yang tekun dan rajin beramal/beribadah, tetapi jika disertai dengan riya’ maka amalannya tidak berpahala.

Jika mengacu kepada pandangan al-Faqih tersebut, tentu, sangat disayangkan bagi mereka yang riya’ itu. Dan nampaknya, dewasa ini, amat sulit menemukan orang yang beramal benar-benar karena ketulusan atau keikhlasan berharap ridho dari Allah swt.

Misalnya saja di tengah hiruk pikuk kampanye Pilkada DKI saat ini, betapa para kandidat calon gubernur beserta tim suksesnya, tiba-tiba menjadi seorang atau kelompok yang amat religius, dermawan dan peduli terhadap sesama.

Tentu, kita tidak boleh bersu’udhon (berburuk sangka) kepada mereka apakah mereka dalam melakukan semua itu ikhlas atau sebaliknya. Tetapi yang terang, secara tidak langsung maupun langsung mereka berharap dukungan dari konstituennya untuk memilihnya kelak.

Mungkin kita masih bisa berharap, kalau toh kebaikan-kebaikan mereka sementara ini ada pamrih dibaliknya, paling tidak, kelak, setelah mereka benar-benar lolos menjadi pemimpin Ibu Kota ini, secara perlahan dapat berubah menjadi orang yang benar-benar ikhlas dalam menjalankan tugas-ugas mulianya. Wallahu a’lam. []


Tidak ada komentar: