Rabu, 19 Desember 2007

Dimensi Lain Kurban

Jumat, 14 Desember 2007

Meski yang disembelih hewan, namun sesungguhnya Allah SWT tidak pernah melihat kepada daging dan darah dari hewan yang disembelih. Yang lebih dilihat oleh Allah SWT adalah ketulusan yang ada pada diri orang yang berkurban.

Hari Raya Idul Adha telah menjelang. Hari raya umat Islam ini lazim juga disebut Hari Raya Kurban. Umat Islam hari itu dan tiga hari setelahnya 11,12 dan 13 Zulhijjah yang disebut Ayyamut-tasyriq menyembelih hewan kurban. Allah SWT dalam Alquran surat Al Kautsar (108) ayat 1-3 dengan tegas berfirman yang artinya, ''Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu adalah yang terputus.''

Meski yang disembelih hewan, namun sesungguhnya Allah SWT tidak pernah melihat kepada daging dan darah dari hewan yang disembelih. Yang lebih dilihat oleh Allah SWT adalah ketulusan yang ada pada diri orang yang berkurban. Dalam kaitan ini Allah SWT berfirman pada surat Al Hajj (22) ayat 37 yang artinya, ''Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhoan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.''

Rektor UIN Malang Prof Dr Imam Suprayogo mengungkapkan risalah kurban sesungguhnya dimulai sejak awal sejarah kemanusiaan yaitu ketika diperintahkan kepada Qabil dan Habil. Harta yang dikorbankan haruslah yang terbaik, bukan yang sederhana, apalagi barang sisa. Hal yang dikorbankan bukan sebagaimana yang dilakukan Qabil, sehingga tidak diterima Allah SWT, melainkan harus yang berkualitas sebagaimana yang dijalankan Habil.

Pelajaran tentang kurban yang lebih dahsyatnya lagi, papar Prof Imam Suprayogo dilakukan Ibrahim AS dengan mengorbankan anaknya Ismail. ''Peristiwa kurban tersebut memberikan pelajaran, agar meraih kemuliaan harus dilalui lewat berkurban. Kemuliaan harus diperjuangkan dan tidak pernah datang sendirinya. Dan berjuang untuk meraih kemuliaan ternyata harus dilalui dengan berkurban.''

Menurut Imam, orang yang menyebut dirinya berjuang tanpa ada kemauan untuk berkurban, sesungguhnya bukanlah pejuang melainkan 'makelar'. Indonesia saat ini, ujarnya, miskin pejuang dan semakin banyak orang yang berjiwa makelar. "Jika bangsa ini ingin maju dan mulia, harus ada gerakan yang dipelopori oleh pemimpinnya untuk berjuang sekaligus berkurban, yaitu mendekatkan diri pada Allah."

Imam Besar Masjid Istiqlal Prof KH Ali Mustafa Ya'kub MA menilai ada dua dimensi dari ibadah kurban yaitu pertama, membasmi tradisi jahiliyyah yang mengkultuskan hewan. Jadi, ada tradisi jahiliyah yang mengangap hewan yang sudah berumur tertentu diistimewakan. "Kebiasaan ini ditiadakan dalam Islam."

Kedua, hewan itu justru dijadikan sedekan bagi orang lain. ''Dari sini bisa dipetik dua dimensi yaitu dimensi akidah dan dimensi sosial. Ini artinya kita harus peduli kepada orang lain terutama yang miskin. Dalam ayat Alquran banyak sekali ayat yang menyuruh kita untuk beribadah sosial. Kalau kita terliti lebih jauh ternyata ayat-ayat untuk beribadah sosial lebih banyak dari ayat-ayat yang menuruh beribadah individu,'' ujar pengasuh Pesantren Luhur Hadis Darussunnah Tangerang ini menjelaskan.

Dari sini bahwa Islam agama rahmatan lil alamin, Islam mengajarkan lebih banyak untuk beribadah soaial dari pada ibadah individual. Dan itulah yang selalu dicontohkan Rasulullah, makanya beliau tidak pernah umrah Ramadhan. Nah, jadi di sini adalah bagaimana kita isi akidah menjadi bersih, tidak bercampur dengan tradisi-tradisi yang berlawanan dengan Islam. Di satu sisi juga adalah kita juga menekankan untuk beribadah yang sifatnya sosial. Makanya saat inilah perlu reorientasi kembali dalam beribadah supaya ibadah sosial menjadi prioritas.

Sayangnya, kata pakar hadis ini menjelaskan, lebih banyak orang yang senang menerima daging kurban dari pada berkurban padahal dia mampu. "Berkurban dia enggan, padahal di rumahnya ada sepeda motor, televisi berwarna, VCD, dan macam-macam. Mentalnya peminta-minta bukan mental memberi padahal Islam menganjurkan untuk memberi bukan minta-minta."

Komisaris Bank Muamalat Indonesia (BMI) Iskandar Zulkarnain menilai relevansi kurban dengan kondisi saat ini sangat relevan bagi masyarakat Indonesia yang kian materialistik dan indivisualistik. "Banyak yang mengatakan kesuksesan harta yang didapat adalah hasil usaha jerih payahnya, buah dari kepandaiannya dan seterusnya. Mereka melupakan inayah Allah,'' tegas Iskandar. Kurban, yang makna luasnya adalah mendekatkan diri pada Allah, menjadi rem yang "pakem" untuk itu. dam

( )

Tidak ada komentar: