Puasa Mengasah Jiwa
Oleh: KH Tarmizi Taher
Dalam kehidupan seorang Muslim, pikiran dan perbuatannya selalu diharapkan supaya senantiasa bertitik tolak dari iman kepada Allah SWT. Iman yang bersemayam dalam hati manusia itulah yang mewarnai tata pikir dan tata perbuatan manusia yang muncul dalam perilaku kehidupan sehari-hari.
Begitu dominannya keimanan yang bersemayam dalam hati itu, sehingga Allah menukikkan penilaian pada hati terlebih dahulu atas tata pikir dan tata perbuatan kita. Hal itu pernah ditegaskan oleh Nabi Muhammad SAW bahwa sesungguhnya Allah tidak melihat pada jasad dan tidak pula pada suara kita, akan tetapi Allah melihat pada hati nurani kita.
Bulan Ramadhan mempunyai peran signifikan bagi pembentukan iman, jiwa, dan hati nurani. Di bulan Ramadhan kaum Muslim dituntut untuk mengekang nafsu yang dapat merusak puasa. Tentunya, pengendalian hawa nafsu yang merusak itu tak hanya dilakukan pada bulan Ramadhan saja.
Untuk dapat mengendalikan hal-hal yang merusak puasa, peran hati begitu sentralnya dalam kacamata Allah SWT, sehingga suatu pikiran atau perbuatan yang kita mulai niatkan saja telah mendapat imbalan pahala dari Allah SWT, asalkan pikiran dan perbuatan yang kita niatkan itu suatu yang baik.
Hal itu sesuai dengan sabda Rasulullah SAW yang terkenal itu, yaitu: Innamal a'malu binniyati (sesungguhnya segala perbuatan itu dinilai dari niatnya). Kesadaran inilah yang melandasi ketakwaan atau hakikat dari takwa, dan yang akan membimbing kaum Muslim ke arah tingkah laku yang baik serta menghindarkan diri dari perbuatan tercela yang dapat merusak diri sendiri dan orang lain.
Ketika menjalani puasa Ramadhan, tak ada orang lain yang tahu bahwa kita benar-benar berpuasa atau tidak. Sebab, ibadah puasa adalah ibadah yang bersifat pribadi atau personal. Bahkan, ibadah puasa adalah rahasia antara seorang manusia dan penciptanya.
Kerahasiaan ibadah puasa ini mengandung hikmah yang sangat luar bisa bagi pendidikan jiwa. Karena Allah SWT Mahatahu atas segala perbuatan kita dan tak satu perbuatan sekecil biji atom pun yang lolos dari pengawasan-Nya. Dengan demikian, kesempatan Muslim yang berpuasa mencapai derajat takwa lebih terbuka dan jiwa menjadi terasah bersama Allah SWT.
(-)
Oleh: KH Tarmizi Taher
Dalam kehidupan seorang Muslim, pikiran dan perbuatannya selalu diharapkan supaya senantiasa bertitik tolak dari iman kepada Allah SWT. Iman yang bersemayam dalam hati manusia itulah yang mewarnai tata pikir dan tata perbuatan manusia yang muncul dalam perilaku kehidupan sehari-hari.
Begitu dominannya keimanan yang bersemayam dalam hati itu, sehingga Allah menukikkan penilaian pada hati terlebih dahulu atas tata pikir dan tata perbuatan kita. Hal itu pernah ditegaskan oleh Nabi Muhammad SAW bahwa sesungguhnya Allah tidak melihat pada jasad dan tidak pula pada suara kita, akan tetapi Allah melihat pada hati nurani kita.
Bulan Ramadhan mempunyai peran signifikan bagi pembentukan iman, jiwa, dan hati nurani. Di bulan Ramadhan kaum Muslim dituntut untuk mengekang nafsu yang dapat merusak puasa. Tentunya, pengendalian hawa nafsu yang merusak itu tak hanya dilakukan pada bulan Ramadhan saja.
Untuk dapat mengendalikan hal-hal yang merusak puasa, peran hati begitu sentralnya dalam kacamata Allah SWT, sehingga suatu pikiran atau perbuatan yang kita mulai niatkan saja telah mendapat imbalan pahala dari Allah SWT, asalkan pikiran dan perbuatan yang kita niatkan itu suatu yang baik.
Hal itu sesuai dengan sabda Rasulullah SAW yang terkenal itu, yaitu: Innamal a'malu binniyati (sesungguhnya segala perbuatan itu dinilai dari niatnya). Kesadaran inilah yang melandasi ketakwaan atau hakikat dari takwa, dan yang akan membimbing kaum Muslim ke arah tingkah laku yang baik serta menghindarkan diri dari perbuatan tercela yang dapat merusak diri sendiri dan orang lain.
Ketika menjalani puasa Ramadhan, tak ada orang lain yang tahu bahwa kita benar-benar berpuasa atau tidak. Sebab, ibadah puasa adalah ibadah yang bersifat pribadi atau personal. Bahkan, ibadah puasa adalah rahasia antara seorang manusia dan penciptanya.
Kerahasiaan ibadah puasa ini mengandung hikmah yang sangat luar bisa bagi pendidikan jiwa. Karena Allah SWT Mahatahu atas segala perbuatan kita dan tak satu perbuatan sekecil biji atom pun yang lolos dari pengawasan-Nya. Dengan demikian, kesempatan Muslim yang berpuasa mencapai derajat takwa lebih terbuka dan jiwa menjadi terasah bersama Allah SWT.
(-)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar