Minggu, 30 November 2008

Tradisi Ilmu


Oleh Akmal Syafril

Rasulullah SAW adalah seorang nabi yang ummiy; semua juga tahu. Beliau memang tidak bisa membaca dan menulis sepanjang hidupnya. Ke-ummiy-an beliau ini bukannya tanpa hikmah, karena hingga kini tak ada yang bisa menuduh Rasulullah SAW telah mempelajari kitab suci agama lain untuk menyusun Alquran. Namun, jelas beliau tidak menghendaki umatnya ikut-ikutan buta baca dan tulis.

Perhatian Islam terhadap kemampuan baca-tulis sangatlah besar. Sebelum hijrah, Rasulullah SAW pernah mengirim Abdullah ibn Sa'id al-Ash RA untuk mengajar tulis-menulis di Madinah. Ikrimah RA juga meriwayatkan bahwa salah satu tebusan untuk tawanan Perang Badar adalah mengajarkan tulis-menulis kepada anak-anak Muslim.

Masjid-masjid pada masa itu dilengkapi dengan ruangan khusus yang disebut shuffah. Di sana para pencari ilmu belajar dan boleh juga menginap. Kehidupan mereka ditanggung bersama oleh umat Muslim, dan Rasulullah SAW memilih para sahabat yang cocok untuk mengajar di sana. Selain ilmu-ilmu agama, di sana juga secara intensif diajarkan tulis-menulis.

Meski tak bisa membaca dan menulis, Rasulullah SAW memiliki lebih dari lima puluh orang sekretaris dengan tugasnya masing-masing. Dokumentasi dan administrasi telah mendapat perhatian khusus pada masa itu. Bahkan, ada juga yang diperintah untuk belajar bahasa asing, misalnya, Zaid ibn Tsabit RA.Seperempat abad sesudah Nabi SAW wafat, di Madinah sudah terdapat gudang kertas yang berhimpitan dengan rumah Utsman ibn Affan RA. Pada akhir abad pertama Hijriyah, pemerintah pusat telah membagi-bagikan kertas kepada para gubernur.

Perpustakaan-perpustakaan sudah menjamur sejak dekade keenam dalam abad pertama Hijriyah. Di sana, orang-orang berkumpul untuk membaca dan berdiskusi, dikelilingi oleh berbagai buku. Di mana-mana ada orang yang haus akan ilmu, dan sejarah dunia penuh dengan para ilmuwan Muslim yang di kemudian hari membawa pencerahan ke Benua Eropa.

Bagi seorang Muslim, mencari ilmu bukan sekadar aktualisasi diri dalam hidup, melainkan perintah langsung dari Allah dan Rasul-Nya. Itulah sebabnya Imam Bukhari rela pergi ke pelosok-pelosok demi mempelajari hadis Nabi SAW. Demikian pula Al-Biruni yang meneliti segala hal, mulai dari ilmu pertambangan, trigonometri, astronomi, sosiologi, hingga mendalami peradaban bangsa India.Amat disayangkan jika umat Islam generasi sekarang tidak memiliki gairah yang sama dalam menuntut ilmu. Padahal, agamanya paling membenci kejahilan atau dalam bahasa kita, kebodohan.

(-)

Tidak ada komentar: