Di dalam Alquran banyak cerita bahwa para nabi selalu mengajak istighfar. Nabi Saleh berkata kepada kaumnya (Tsamud): ''Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya).'' (QS Hud [11]:61).
Kepada kaum Aad, Nabi Hud berkata, ''Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa.'' (QS Huud [11]:52).
Banyak orang mengira bahwa istighfar atau taubat itu cukup hanya dengan lisan. Sementara perbuatannya tetap berlanjut dalam dosa-dosa. Istighafar seperti ini, menurut para ulama, adalah istighfar setengah hati. Al Ashfahani menerangkan, ''Istighfar artinya memohon ampunan dengan ucapan dan perbuatan. Maka, perintah Allah yang artinya mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun.'' (QS Nuh [71]:10). Itu perintah untuk memohon ampunan dengan lisan dan perbuatan. Siapa yang mengatakan bahwa itu cukup dengan lisan saja, jelas itu perbuatan para pendusta.''
Imam An Nawawi dalam bukunya Riyadhush Shalihin berkata, ''Taubat adalah wajib atas setiap dosa.'' Bila dosa itu berhubungan dengan Allah, syaratnya ada tiga. Pertama, tinggalkan dosa-dosa tersebut. Kedua, menyesal atas dosa-dosa yang telah dilakukan. Ketiga, bertekad untuk tidak mengulagi lagi. Tetapi, bila dosa-dosa tersebut besifat sosial, ditambah satu syarat lagi, hendaklah menyelesaikannya secara sosial, dengan mengembalikan hak-haknya jika berupa harta, atau minta maaf jika berupa ghibah atau sikap yang menyakitkan hatinya.
Banyak kisah sahabat Nabi SAW yang mengesankan, bagaimana mereka menebus dosa setelah bertaubat. Sebut saja, misalnya, Umair bin Wahab, setelah masuk Islam, ia sadar semasa kafirnya sangat memusuhi Nabi. Bahkan, ia pernah bertekad untuk membunuhnya.
Mengingat dosa ini, Umair minta izin kepada Rasulullah SAW untuk berdakwah langsung di tengah masyarakat Quraisy di Makkah. Rasulullah mengizinkannya. Umair berangkat. Di Makkah Umair siang dan malam berdakwah sampai tak terhitung jumlah orang-orang kafir yang masuk Islam karenanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar