Oleh : Bambang Nugroho
Dalam sebuah riwayat dikisahkan Rasulullah SAW pernah bertanya pada Jabir sesaat setelah sahabat itu berwudlu. ''Mengapa engkau berlebih-lebihan?''
''Apakah saat berwudlu tidak boleh berlebih-lebihan, wahai Rasulullah?'' Jabir balik bertanya.
Rasulullah menjawab, ''Ya, janganlah engkau berlebih-lebihan ketika wudlu meski engkau berada pada air sungai yang mengalir.'' (Muttafaq 'alaih). Dialog tersebut menggambarkan betapa Rasulullah sangat menekankan pentingnya hidup berhemat. Hemat bukan berarti kikir. Hemat merupakan pola hidup yang menerapkan prinsip kehati-hatian dengan mempertimbangkan kepentingan generasi yang akan datang. Orang yang hemat mampu memanfaatkan sumber daya yang ada secara tepat dan dapat menyimpan kelebihan untuk generasi berikutnya.
Hemat merupakan salah satu cerminan orang zuhud yang hanya mengambil sesuatu sesuai dengan haknya dan keperluannya. Penerapan pola hidup hemat saat ini sangat penting karena tidak hanya menjamin hidup efisien tetapi juga mampu menjamin kehidupan anak cucu kita.
Hemat mempunyai dimensi religius sebagai pendekatan diri kepada Allah SWT karena sikap hemat merupakan perintah Allah. ''Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.'' (QS Al-Furqaan [25]: 67).
Jadi, hidup hemat apabila dilakukan secara ikhlas atas dasar perintah Allah tersebut jelas merupakan suatu perbuatan atau amal yang bernilai ibadah. Dan tujuan ibadah tidak lain adalah untuk mencapai ridla Allah dan menggapai derajat takwa.
Hemat juga merupakan pencerminan rasa syukur seorang hamba kepada Tuhannya atas rezeki yang telah diterimanya, karena orang yang hemat berarti mampu memanfaatkan rezeki tersebut sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah, dan tidak menggunakannya secara berlebih-lebihan yang dapat menimbulkan hal mubadzir.
Sebaliknya, boros adalah bentuk kemubadziran, dan mubadzir adalah perbuatan setan. Dalam beberapa ayat Allah menekankan bahwa sesungguhnya para pemboros itu adalah saudara setan, dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.
Ironisnya, dalam kehidupan sehari-hari masih banyak praktik-praktik pemborosan yang kita lakukan, secara sadar atau tidak sadar. Padahal, akan lebih bermanfaat bila uang berlebih tadi kita anggarkan sebagian untuk bersedekah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar