Rabu, 29 Agustus 2007

Sekolah Islam


Oleh : Azyumardi Azra

Sekolah Islam, selain madrasah, hampir bisa dipastikan merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam yang mengalami kemajuan fenomenal dalam tiga dasawarsa terakhir. Dan, kemajuan itu tidak hanya mengubah lanskap kelembagaan Islam di negeri ini, bahkan memengaruhi dinamika Islam di Indonesia secara keseluruhan.

Saya mengamati, meneliti, dan mengkaji perkembangan dan dinamika sekolah-sekolah Islam sejak 1980-an dan pernah mempresentasikan makalah tentang lembaga pendidikan ini dalam konferensi EUROSEAS di Hamburg di akhir 1990-an. Tentu saja, sejak milenium baru 2000 terjadi banyak perubahan pada sekolah Islam dan lembaga pendidikan Islam lainnya; kata kunci yang menandai perubahan itu adalah meningkatnya kualitas dan daya tarik sekolah-sekolah tersebut.

Penting segera dikatakan, fenomena sekolah Islam --sekali lagi selain madrasah-- bukan sekadar gejala 1980-an atau 1990-an. Sekolah Islam telah muncul jauh sebelumnya; persisnya pada awal abad ke-20 ketika gelombang modernisme Islam menemukan momentumnya di negeri ini. Pengkaji sejarah pendidikan Islam di Indonesia pastilah tidak lupa misalnya pada Sekolah Adabiyah di Padang yang didirikan Haji Abdullah Ahmad, salah seorang modernis awal di kawasan ini. Selanjutnya semacam sekolah-sekolah Islam yang pada dasarnya mengadopsi model pendidikan Belanda dikembangkan Muhammadiyah. Kurikulum sekolah-sekolah ini mengadopsi kurikulum pemerintah Hindia Belanda. Bedanya, sekolah-sekolah Islam ini memperkenalkan pendidikan agama, yang dalam istilah Muhammadiyah disebut sebagai met de Qur'an, dengan Alquran.

Tetapi, harus diakui sekolah Islam tidak berhasil meningkatkan kualitas dan daya tariknya sampai akhir kekuasaan Belanda dan Jepang, dan bahkan sampai masa tiga dasawarsa setelah kemerdekaan negeri ini. Faktor utamanya sudah jelas; pertama, tidak ada dukungan finansial memadai, yang memungkinkan terjadinya upaya peningkatan kualitas; kedua, belum tersedianya sumber daya yang mampu mengelola dan mengembangkan sekolah-sekolah Islam tersebut. Keadaan yang hampir sama --hanya sedikit lebih baik dialami juga oleh sekolah-sekolah negeri.

Akibatnya, banyak orang tua yang kaya atau pejabat enggan mengirim anak-anak mereka ke sekolah Islam, dan bahkan ke sekolah negeri. Hanya kalangan bawah saja yang mengirim anaknya ke sekolah Islam atau sekolah negeri. Sekolah yang menjadi favorit mereka adalah sekolah Katolik yang memang menjanjikan mutu dan disiplin, yang masih menerapkan disiplin model Belanda. Sampai akhir dasawarsa 1970-an, bagi orang kaya dan pejabat, mengirim anak-anak ke sekolah seperti ini sangat bergengsi; dan karena itu ia juga menjadi salah satu simbol status.

Keadaannya mulai berubah sejak 1970-an. Perintis perubahan itu, tidak lain adalah sekolah Islam al-Azhar yang terletak di lingkungan Masjid Agung al-Azhar, Kebayoran Baru, yang merupakan kawasan elite di Jakarta. Terkait erat dengan visi kemodernan dan keindonesiaan ulama besar, Prof Dr Buya Hamka, sekolah al-Azhar menjadi model bagi sekolah-sekolah Islam yang berkecambah tidak hanya di Jakarta, tetapi juga kota-kota lain di Indonesia sejak 1980-an. Al-Azhar sendiri membuka cabang di berbagai kota; lalu ada al-Izhar, Madania (Parung), as-Salam (Solo), SMU Insan Cendekia (Serpong dan Gorontalo), SMU Athiroh (Makassar), Internat al-Kautsar (Sukabumi), dan banyak lagi untuk didaftar satu persatu.

Sekolah-sekolah ini dikelola secara profesional, dengan sumber daya manusia yang baik; dan tidak kurang pentingnya, dengan dukungan finansial yang amat baik. Karena itu, tidak heran kalau sekolah-sekolah ini berhasil meningkatkan kualitas pendidikannya. Tidak heran pula kalau sekolah-sekolah ini menjadi favorit dan sekaligus menjadi sekolah 'elite'. Perlahan tapi pasti pula, kian banyak kalangan menengah ke atas mengirimkan anak-anak mereka ke sekolah-sekolah seperti ini. Dan, tidak terelakkan lagi, sekolah-sekolah menjadi simbol status baru khususnya bagi keluarga kelas menengah Muslim yang sedang dan terus bangkit sejak 1980-an.

Pada spektrum lain, sekolah negeri juga terus berkembang dan meningkatkan kualitasnya. Perlahan tapi pasti, muncul sekolah negeri yang menjanjikan mutu pendidikan yang baik. Hasilnya, tidak heran, kalau muncul SMA-SMA favorit di berbagai kota. Dan, mengikuti jejak sekolah swasta, sekolah-sekolah negeri ini juga memungut dana untuk melengkapi fasilitas yang tidak selalu tersedia dalam anggaran resmi dari negara.

Masalahnya kemudian adalah bagaimana mereplikasi contoh-contoh keberhasilan ini demi peningkatan kualitas pendidikan bangsa secara keseluruhan. Karena itu, perlu pemikiran tentang filantropisme pendidikan, agar biaya yang relatif mahal pada sekolah-sekolah berkualitas dan favorit ini untuk dipikul bersama-sama guna memberikan kesempatan kepada anak-anak cerdas tapi miskin untuk juga bisa menggapai keunggulan. Dengan begitu pendidikan yang berkualitas juga dapat dinikmati anak-anak yang kurang beruntung ini, yang seyogianya juga dapat diberikan peluang.

Iri Hati


Oleh : Andy Hariyono

''Ceriterakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Kabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Kabil). Ia berkata (Kabil), ''Aku pasti membunuhmu!'' Berkata Habil, ''Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertakwa.'' (QS Al-Maidah [5] : 27).

Salah satu penyakit hati yang hampir tidak kita perhatikan ialah rasa iri terhadap sesama. Penyakit ini muncul saat orang lain mempunyai hal yang lebih dari kita, baik dari sisi materi ataupun nonmateri. Rasa iri bisa mendorong seseorang menghalalkan segala cara bahkan membunuh sekalipun untuk mencapai apa yang diinginkannya.

Sebenarnya rasa iri terjadi karena kita tidak memerhatikan apa yang ada pada diri kita. Konsep syukur yang dianjurkan Allah belum kita laksanakan dengan baik. Allah menyatakan hidup bersosial itu juga merupakan ujian. ''Dan demikianlah telah Kami uji sebagian mereka (orang-orang yang kaya) serta sebagian mereka (orang-orang miskin), supaya (orang-orang yang kaya itu) berkata, ''Orang-orang semacam inikah di antara kita yang diberi anugerah oleh Allah?'' (Allah berfirman), ''Tidakkah Allah lebih mengetahui tentang orang-orang yang bersyukur (kepada-Nya)?'' (QS Al-an'am [6]: 53). Dengan kata lain, semua yang terjadi pada kita merupakan ujian dari Allah SWT. Jika ujian itu menyenangkan, kita sikapi dengan rasa syukur. Sebaliknya, jika ujian itu tidak baik tentunya sikap sabar yang harus kita kedepankan.

Rasa iri muncul bila belum bisa menyikapi apa yang menimpa kita dengan bersyukur. Terkadang Kita masih merasa iri melihat apa yang diperoleh teman atau tetangga lebih besar.

Kisah yang diceritakan Alquran di atas seharusnya menjadi kontemplasi bagi kita. Bahwa, dunia ini hanyalah ujian. Terserah bagaimana kita menyikapi ujian itu sendiri. ''Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Mahaperkasa lagi Maha Pengampun.'' (QS Almulk [67]: 2). Wallahu a'lam bish-shawab.

Melukis Sejarah



Sejarah pasti akan mencatat setiap peristiwa; tertulis maupun tidak. Setiap orang yang melihat akan memberi persaksian kepada generasi selanjutnya tentang apa ia saksikan pada zamannya; peristiwa, tokoh, kepahlawanan, keadilan, kecerdasan, kebodohan, keberanian, kepengecutan dan sebagainya. Catatan sejarah anak manusia tidak akan pernah sepi dari berbagai kejadian dan kumpulan cerita kehidupan.

Hingga kini, tercatat beberapa nama yang menjadi simbol dari sebuah karakter. Misalnya, dalam kepemimpinan, Nabi Muhammad; dalam keadilan, Umar Bin Khatab; dalam kelembutan ada Ahnaf; dalam keberanian dikenal nama Antarah; dalam kecerdasan, Iyas bin Muawiyah; atau dalam hikmah dan kebijaksanaan, Luqman.

Di saat hidupnya, mungkin mereka tidak pernah mengira akan dijadikan simbol sebuah sifat tertentu. Mereka menjalani hidup sesuai alur pikiran masing-masing. Sejarahlah yang mengabadikan namanya.

Kita semua pasti akan menjadi bagian sejarah di masa depan. Saat generasi telah berganti; saat jatah hidup dimakan usia, saat umur berlalu mengiringi waktu, saat jarak terpaut begitu jauh dengan masa kehidupan kita saat ini. Saat itulah generasi baru akan bercerita tentang kakeknya, pamannya, bapaknya, atau seseorang (yang mungkin itu kita) yang pernah diceritakan orang kepadanya.

''Dan begitulah masa (kejayaan dan kehancuran) itu kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran).'' (QS Ali Imran [3]: 140).

Adalah hal yang tidak mungkin mengubah catatan sejarah yang telah tertulis dan diabadikan oleh zaman. Yang bisa dilakukan adalah merancang sejarah diri sebaiknya-baiknya. Apa yang kita inginkan menjadi citra diri masa mendatang bisa dituliskan sejak saat ini.

Benar kata sebuah nasihat bijak: Ukirlah kenangan, lukislah sejarah, dan jalanilah hidup dengan carta terbaik. Bagaimana engkau menjalani hidup, begitu pulalah kesan orang-orang di saat kematianmu. Wallahu a'lam bish-shawab.

Fasilitas Allah



Oleh : A Yamani Syamsuddin

Seorang laki-laki datang tergopoh-gopoh menemui Ibrahim bin Adham untuk mengadukan permasalahan yang tengah menimpanya. Lelaki tersebut berkata, ''Wahai sahabatku, aku ingin mengadukan sesuatu tentang diriku yang berlumur noda dan dosa. Berjudi adalah pekerjaan sehari-hariku yang sangat sulit aku tinggalkan. Kemudian, berzina dan mabuk aktivitas yang tidak aneh dalam kehidupan sehari-hariku, bahkan aku akan sangat tersiksa jika satu hari dalam hidupku terlewati tanpa melakukan perbuatan maksiat tersebut.''

Ibrahim bin Adham adalah seorang yang terkenal dengan kezuhudan dan kesalehannya pun berkata kepada sahabatnya, ''Semoga Allah memberi hidayah dan menerangi kembali jalan hidupmu. Jika engkau ingin meninggalkan segala maksiat yang selama ini engkau lakukan bertobatlah dan bertekadlah untuk meninggalkan perbuatan tersebut.''

Tak lama kemudian lelaki tersebut kembali menemui Ibrahim bin Adham dan kembali mengadukan permasalah yang sama, dia berkata, ''Aku telah berusaha meninggalkan segala perbuatan maksiat yang aku lakukan dengan mengikuti apa yang telah engkau nasihatkan kepadaku, namun ternyata itu semua tak berhasil.''

Ibrahim bin Adham dengan bijak berkata, ''Jika engkau ingin bermaksiat kembali, perhatikanlah nasihatku. Pertama, jika kamu mau bermaksiat kepada Allah, jangan memakan rezeki-Nya. Kedua, carilah tempat yang luput dari pantauan Allah. Ketiga, janganlah menggunakan pancaindera dan anggota tubuh amanat dari Allah. Keempat, bermaksiatlah, jika engkau siap menghadapi Malaikat Munkar dan Nakir. Kelima, teruskan maksiat, jika engkau sanggup melawan malaikat penjaga api neraka.''

Ia tidak tahan lagi mendengar perkataan Ibrahim. Lalu menangis dan dengan wajah penyesalan berkata, ''Ibrahim cukup, jangan kamu teruskan lagi. Mulai saat ini aku bertobat kepada Allah.''

Semenjak itu, setiap kali lelaki tersebut ingin melakukan maksiat, dia pun teringat pada nasihat yang diberikan sahabatnya. Hari-hari selanjutnya, lelaki tersebut telah menemukan kembali jalan hidupnya dan memperbanyak hari-harinya dengan amal shalih hingga menemui ajalnya.

Sabtu, 25 Agustus 2007

Sabar di Kala Mendapat Musibah

Oleh : AHMAD NURCHOLISH/SYIRAH

Nabi saw bersabda:

“Kesabaran (yang sempurna itu adalah pada awal terjadinya musibah” (HR. al-Bazar dan Abu Ya’la dari Abu Hurairah ra.)

Dalam hadis lain yang diriwayatkan Ibn Abi Dunya sebagaimana dikutip Imam Jalaluddin As-Suyuti, Asy-Syaikh Muhammad bin Umar al-Nawawi di dalam kitabnya Lubab al-Hadits wa Tanqih al-qaul, Nabi saw bersabda:

“Tidaklah seorang muslim ditimpa suatu musibah dan yang lebih berat dari itu, bahkan duri, melainkan karena salah satu dari dua perkara: Adakalanya supaya Allah swt mengampuni dosanya yang tidak bisa diampuni, kecuali dengan musibah itu. Atau untuk mencapai suatu kemuliaan yang tidak bisa dicapainya, kecuali dengan musibah seperti itu.”

Jika kita mengacu pada dua hadis di atas, betapa di balik sebuah musibah selalu ada hikmah. Entah karena Tuhan ingin memberikan pengampunan atas dosa dan kesalahan kita atau Tuhan hendak meninggikan derajat kemuliaan kita sebagai manusia.

Oleh sebab itu sabar menjadi satu hal yang penting bagi orang mukmin, terutama di kala tertimpa musibah.

Bahkan, oleh Cak Nur (Ensiklopedi Nurcholish Madjid, h. 2913), sabar merupakan salah satu bentuk kebajikan. Persis seperti diuraikan melalui al-Quran bahwa “mereka yang tabah/sabar, dalam penderitaan, kesengsaraan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa”. (QS.al-Baqarah/2:177).

Sabar dalam menghadapi hidup dan tidak mudah putus asa. Inilah yang juga merupakan syarat atau prakondisi bagi kemenangan suatu kelompok dalam perjuangannya. Biarpun suatu kelompok itu, tetapi kalau tabah/sabar, penuh disiplin, tidak mudah putus asa, maka dia mampu mengalahkan yang banyak.

Firman itu (2:177) terkait dengan pengalaman Nabi Daud yang memimpin sebuah tentara berjumlah kecil, tetapi bisa mengalahkan tentara Jalut yang besar jumlahnya.

Ini adalah simbolisasi orang kecil mengalahkan orang besar, bukan persoalan badannya, tetapi tentara kecil yang disiplin mengalahkan yang besar. (QS. Al-Baqarah/2:249).

Begitu juga sangat menarik merenungkan mengapa agama selalu mengajarkan sifat dan watak kesabaran. “Sabar” (Arab: shabr) artinya tabah menderita, yakni sanggup menunda kesenangan sementara (seperti kesenangan karena merasa “menang” dalam hal-hal sekunder) karena kita berharap dan yakin akan mendapatkan kebahagiaan yang lebih besar dan lama.

Kebahagiaan yang lebih lama itulah yang dapat kita maknai sebagai suatu kemuliaan yang hendak diberikan oleh Tuhan ketika kita tertimpa musibah, tetapi tabah/sabar menghadapinya.

Dengan demikian sifat sabar di kala tertimpa musibah menjadi hal penting untuk mendapatkan pegampunan sekaligus kemuliaan dari Sang Khaliq. Wallahu a’lam. []


Buah Bibir


Oleh : Asep Sulhadi

Allah SWT berfirman, ''(Ibrahim berdoa): Ya Tuhanku berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang shaleh, dan jadikanlah aku buah bibir yang baik bagi orang-orang yang datang kemudian, dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang memusakai surga yang penuh (dengan) kenikmatan.'' (QS Asy Syu'ara [26]: 83-85).

Dalam ayat di atas, Allah SWT menyebutkan bahwa salah satu doa Nabi Ibrahim AS adalah meminta 'buah bibir' yang baik bagi orang-orang yang datang di kemudian hari setelah ia meninggal dunia.

Menurut Mujahid dan Qatadah, yang dimaksud dengan 'buah bibir' yang baik adalah sebutan atau pujian yang baik. Sebutan itu diberikan oleh orang-orang yang masih hidup kepada orang yang sudah meninggal dunia karena jasa atau kebaikan yang pernah ia lakukan sewaktu hidup di dunia.

'Buah bibir' yang baik, merupakan umur yang kedua bagi manusia setelah ia meninggal dunia. Dengan 'buah bibir' yang baik, nama seseorang akan terus hidup dan keharumannya akan melekat di hati orang lain, walau ia sudah meninggal dunia puluhan tahun bahkan ratusan tahun yang silam.

Untuk menjadi 'buah bibir' yang baik bagi orang lain, tentu saja yang harus kita prioritaskan adalah berbuat kebaikan kepada orang lain. Karena salah satu sebab inilah mengapa Islam mengajarkan kepada kita untuk selalu berbuat baik kepada orang lain dan berlomba-lomba dalam kebaikan. Allah SWT berfirman, ''Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan.'' (QS Al Baqarah [2]: 148).

Allah mengecam keras orang yang suka mencela atau menyakiti orang lain. Dalam Alquran Allah SWT berfirman, ''Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.'' (QS Al Ahzab [33]:58).

Semoga kita diberikan kekuatan Allah SWT untuk selalu berbuat baik dan menjauhi sikap tercela. Semoga Allah senantiasa membimbing kita sehingga layak menjadi 'buah bibir' yang baik bagi orang-orang yang datang sesudah kita. Atau minimal, bagi anak cucu kita. Amin.

Jumat, 24 Agustus 2007

Menjadi Bersahaja


Oleh : Zaim Uchrowi

Suasana peringatan 17 Agustus masih terasa di mana-mana. Merah putih masih menghiasi sudut-sudut permukiman. Pesan-pesan kemerdekaan masih jelas terngiang. Pesan-pesan yang sangat berharga tentu buat membangun karakter kita sebagai bangsa. Banyak pesan agar menumbuhkan kenasionalan. Mencintai milik kita sendiri. Tidak pula gampang silau pada hal asing.

Ada pula pesan yang lebih spiritualis. Yakni, mengajak kita merenungi hari proklamasi kemerdekaan yang jatuh pada tanggal 17, hari Jumat, damai di bulan Ramadhan. Tujuh belas adalah jumlah rakaat shalat fardu dalam sehari semalam. Juga tanggal turunnya wahyu Ilahi pertama pada Sang Rasul Muhammad SAW yang berbunyi "Iqra!". "Bacalah". Jumat dan Ramadhan jelas hari dan bulan paling istimewa berdasar petunjuk agama. Suatu kebetulankah kalau kemerdekaan kita jatuh pada waktu yang penuh perlambang kebaikan itu? Tidakkah kita perlu belajar untuk memaknainya secara lebih mendalam?

Banyak lagi pesan berharga lainnya. Tapi, yang membuat saya meluangkan waktu paling banyak untuk mencernanya adalah seruan agar hidup sederhana. Seruan ini terdengar dari Soetrisno Bachir, pemimpin partai reformis PAN penerus Amien Rais. Di beberapa kesempatan pada Agustusan ini ia selalu mengajak untuk hidup sederhana. Ajakan ini terutama ditujukan pada pejabat publik, pada orang-orang politik, juga pada siapa pun. Terutama yang bekerja untuk masyarakat, dan dibiayai dengan dana negara atau masyarakat. Kesederhanaan adalah kunci kesejahteraan dan kemajuan bagi semua.

Secara agama, seruan itu amat mengena. Bermegah-megah disebut Allah SWT sebagai hal yang "melalaikan" hingga nanti masuk kubur. "Janganlah begitu, kelak kau akan mengetahui. Sungguh janganlah begitu, kelak kau akan mengetahui. Jangan begitu, kau akan mengetahui dengan sangat pasti. Kau akan melihat neraka jahanam." Begitu penegasan sang pemilik alam raya ini. Begitu pula yang dicontohkan keluarga Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Keluarga itu sangat berkecukupan.

Khadijah adalah seorang yang kaya raya. Muhammad muda berhasil melipatgandakan kekayaan itu lewat misi bisnisnya yang cemerlang ke Syam. Tapi, kehidupan mereka biasa saja. Demikian pula kehidupan sahabat terdekat mereka, Abu Bakar. Ia seorang yang sangat kaya. Tapi ia menghindari bermegah-megah.

Kita acap menjadi pribadi sebaliknya. Kemakmuran kita sering tidak seberapa. Tapi kita sering ingin bermegah-megah. Padahal sekalipun kita makmur, sekali lagi menurut agama, bermegah-megah adalah hal terlarang. Untuk rumah, kita kadang tergoda membangunnya secara mencolok. Yakni yang tampak lebih megah dibanding sekitarnya.

Kita lebih bangga punya rumah yang mewah ketimbang rumah yang asri dan nyaman dihuni. Dalam memilih kendaraan, pakaian, hingga keinginan berganti-ganti alat komunikasi, gengsi hampir selalu kita kedepankan dibanding fungsi. Kegandrungan kita pada Starbucks juga lebih terdorong oleh gaya hidup bergengsi dibanding buat memenuhi kebutuhan rasa dan suasana.

Saat menggelar resepsi pernikahan, kita juga sering mendahulukan kemewahan pesta dibanding dengan keberkahannya. Bahkan saat sakit pun, kita lebih memilih rumah sakit bergengsi dibanding yang memang optimal dalam pengobatan. Walaupun untuk itu harus membayar sangat mahal untuk pengobatannya yang berlebihan yang sebenarnya telah sampai pada tingkat peracunan. Sering tanpa tersadari, kita acap bermegah-megah sementara jutaan orang lainnya di sekitar kita hidup sangat susah.

Suasana demikian, ironisnya, justru lebih mudah kita temui di sini. Yakni, pada bangsa yang mengaku memiliki sifat bertoleransi dan bahkan merasa Berketuhanan yang Maha Esa ini. Masyarakat Jepang dan juga bangsa-bangsa Skandinavia sangat menjauhi bermegah-megah diri seperti itu. Rumah-rumah mereka adalah rumah-rumah biasa namun nyaman dan terasa berjiwa. Gaya hidup para pejabatnya juga sangat biasa.

Namun, mereka termasuk bangsa-bangsa paling sejahtera di dunia. Bersikap sederhana juga menjadi sikap baku para pejabat Singapura. Gaji mereka sebagai pejabat negara adalah gaji tertinggi di dunia. Namun, pakaian dan kendaraan mereka biasa. Mereka tidak akan memakai pakaian bermerek dari luar negeri. Barang mewah tidak mereka gunakan, melainkan mereka perdagangkan. Terutama untuk tetangganya yang 'norak' seperti kebanyakan kita.

Peringatan hari kemerdekaan kali ini sebaiknya kita jadikan momentum buat mengakhiri 'kenorakan' itu. Kita jadikan momentum buat mentransformasi diri. Yakni dari yang mementingkan gengsi menjadi yang mementingkan fungsi, dari yang mementingkan untuk dikagumi menjadi yang mementingkan produktivitas diri, dari yang suka megah dan mewah menjadi yang suka bersahaja dan bermakna. Mari singkirkan segala kerumitan hidup demi gengsi. Mari menjadi pribadi benar-benar sejahtera dan bahagia. Sebuah buku pengembangan diri menunjukkan jalannya. "Simplify your life". Sederhanakan kehidupanmu. Niscaya akan sampai pada sejahtera dan bahagia sebenarnya.

Sekarang, beberapa pemimpin bangsa dari generasi yang lebih muda tampak sungguh-sungguh berkesadaran tentang pentingnya menjadi sederhana. Ketua MPR, Hidayat Nurwahid, secara konsisten mempertahankan hidupnya yang sederhana. Soetrisno Bachir yang sudah sangat kaya sebelum terjun ke politik pun, hidup sederhana saja untuk tingkatnya. Sikap demikian semestinya ditiru oleh semua pejabat negara, para pemimpin lainnya, serta kita semua. Itulah cara terbaik buat memaknai peringatan hari proklamasi kita sekarang ini.

Kunci Surga

Oleh : Muhammad Bajuri

Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Fathul Bari mengutip perkataan Ibnu Ishak, ketika Rasulullah SAW mengutus al-Ala' bin al-Hadhrami, beliau bersabda, ''Apabila engkau ditanya tentang kunci surga, katakanlah kuncinya adalah la Ilaha Illallah (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah).''

Dr Sholeh bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan berkata sebanyak apa pun la Ilaha Illallah dibaca, tidak akan memberikan manfaat sedikit pun kepada yang mengucapkannya, kecuali telah memenuhi tujuh syarat. Pertama, mengetahui maknanya. Yakni, mengetahui makna yang meniadakan dan yang menetapkan. Oleh karena itu, siapa saja yang mengucapkan la Ilaha Illallah, sedangkan ia tidak mengerti makna dan apa yang menjadi tuntutannya, maka ucapannya tidak akan bermanfaat baginya. Sebab, jangankan yakin dengan apa yang diucapkannya, tahu artinya saja tidak. Ini sama dengan orang yang berbicara dengan suatu bahasa, namun ia tidak paham bahasa itu.

Kedua, disertai keyakinan. Keyakinan adalah bentuk kesempurnaan pengetahuan. Dan dengan keyakinan ini setiap bentuk keraguan dan kebimbangan akan dihilangkan. Ketiga, dibarengi keikhlasan. Keikhlasan akan meniadakan segala bentuk kesyirikan. Dan keikhlasan inilah yang dikehendaki dari la Ilaha Illallah. Keempat, kejujuran. Kejujuran akan mencegah timbulnya kemunafikan. Seperti mereka mengucapkan la Ilaha Illallah dengan mulut mereka, sementara hatinya tidak meyakini maknanya.

Kelima, mencintai kalimat itu, sehingga, ketika mengucapkannya wajahnya tampak berseri. Dengan demikian, berbeda dengan wajah yang diperlihatkan oleh orang-orang munafik. Keenam, tunduk untuk melaksanakan hak-hak la Ilaha Illallah. Yaitu melaksanakan amal-amal wajib, ikhlas karena Allah dan hanya mencari ridha-Nya. Dan demikian inilah tindakan yang dikehendaki dari la Ilaha Illallah.

Ketujuh, adanya penerimaan yang meniadakan bentuk penolakan. Hal ini dibuktikan dengan melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi setiap larangan-Nya. Inilah syarat-syarat yang telah digali oleh para ulama dari Alquran dan sunah agar la Ilaha Illallah dapat menjadi kunci yang akan membuka pintu surga.

Kamis, 23 Agustus 2007

Sombong dan Bodoh


Oleh : Ahmad Fudholi

Alquran berulang kali memperingatkan agar manusia mengambil pelajaran dari pengalaman umat sebelumnya. Bagaimana umat-umat itu diberi nikmat yang banyak, negeri yang makmur, kekuatan fisik dan kekayaan yang melimpah, tapi mereka justru sombong dan berbuat kerusakan di muka bumi.

Diutuslah seorang nabi dari kaumnya sendiri untuk memberi peringatan agar mereka kembali ke jalan yang benar yang diridhai Allah SWT. Namun, mereka tetap sombong, ingkar, dan membangkang pada ajakan nabinya. Sebab itu, mereka diazab oleh Allah sebagai balasan dari perbuatannya itu, dan agar umat yang datang sesudahnya mengambil pelajaran dari kisahnya.

Namun, anehnya, umat sesudahnya tetap demikian. Mereka tetap gemar berbuat kerusakan, menabrak rambu-rambu agama, berbuat aniaya pada diri dan orang lain. Mereka juga mengingkari nikmat-nikmat Allah, membangkang pada Nabinya, menentang dan bahkan membunuhnya. Akibat dari itu, Allah menurunkan azab atas mereka.

Dalam Alquran surat Al Baqarah ayat 11 diceritakan pembangkangan orang-orang yang ingkar. ''Dan ketika dikatakan pada mereka, 'Janganlah kamu sekalian berbuat kerusakan di muka bumi.' Mereka berkata, 'Sesungguhnya kami berbuat kebaikan'.'' Bantahan atas pembangkangannya itu, sesungguhnya menjerumuskan diri mereka sendiri pada lembah kehinaan dan kehancuran serta penderitaan abadi. Karena, sesungguhnya mereka berbuat kerusakan, tapi mereka tidak menyadarinya. Seperti yang dijelaskan pada ayat selanjutnya, ''Ingatlah, sesungguhnya merekalah perusak-perusak itu, tetapi mereka tidak menyadarinya.'' (Al Baqarah [2] : 12).

Banyaknya noda-noda hitam atas perbuatannya telah menutup mata hati dan kesadaran mereka. Juga pengabdiannya pada nafsu secara berlebihan membuatnya buta. Mereka tidak sadar perbuatannya itu salah dan dapat membawa dirinya pada kehancuran.

Tentu kita semua berharap, agar umat sekarang tidak dimusnahkan Allah akibat perbuatan-perbuatannya itu, dan agar tidak terulang kembali pengalaman orang dahulu. Dan juga pada setiap orang yang bersalah, untuk bersegera kembali pada agama Allah dan mengikuti jejak rasul-Nya, agar kita semua selamat di dunia dan akhirat. Bahkan, keledai pun tidak akan terperosok dua kali ke lubang yang sama.

Rabu, 22 Agustus 2007

Kematian Adalah Awal Hidup Baru

Oleh ISA NUR ZAMAN

”Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (Al-Anbiya, 35).

KEMATIAN sering dianggap sebagai peristiwa menakutkan, bahkan mungkin paling mengerikan dalam setiap pikiran makhluk yang bernyawa. Dalam pengalaman hidup manusia, kematian selalu menjadi bentuk pengalaman terburuk. Karenanya kematian sering menyisakan air mata kesedihan, kepiluan, bahkan kekecewaan. Di sini, kematian sering dianggap sebagai akhir dari segalanya.

Setiap individu pasti akan merasakan mati. Ungkapan tersebut banyak muncul dalam ayat-ayat Alquran, di antaranya Surat Ali Imran: 185, Al-Anbiya: 35, dan Al-Ankabut: 57. Hal itu dapat dijadikan sebagai peringatan bagi setiap makhluk yang bernapas, juga sebagai ketegasan Alquran bahwa kematian adalah kemutlakan dan keniscayaan yang harus terjadi. Bukankah hidup adalah antrean menuju kematian?

Kematian memang merupakan sebuah misteri Ilahi. Misteri yang teramat sulit jika hanya dilacak oleh rasionalitas dan mengandalkan hal yang bersifat empiris. Tidak seorang pun yang tahu akan proses kematian, apalagi untuk memajukan atau mengakhirkan waktu kematian itu sendiri. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Araf: 34, ”Tiap umat memiliki batas waktu (ajal); apabila telah datang waktunya (kematian/ajal) mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat pula memajukannya”.

Kematian adalah salah satu dari sekian banyak skenario yang ditetapkan oleh Allah SWT di samping perjodohan, kebahagiaan, dan kecelakaan manusia. Pengakuan akan masalah tersebut harus dilandasi keimanan yang merupakan basis keyakinan dan kepercayaan bagi para muttaqin. Esensi kematian adalah bagian dari dimensi kegaiban dan bagi setiap individu bertakwa menjadi keharusan untuk mengimaninya (Q.S. Al-Baqarah: 2).

Berbagai dalil dari setiap ajaran agama mengakui akan datangnya kematian pada tiap-tiap makhluk hidup. Namun anehnya, banyak orang-orang yang jika diamati dari tingkah lakunya seolah-olah mereka tidak akan mati. Tilikan itu terlihat dari beberapa orang yang begitu ”gigihnya” mencari, mengumpulkan, menumpuk-numpuk, bahkan menghitung-hitung hartanya setiap hari. Selain itu, banyak di antara mereka yang begitu bangganya dengan kehidupan yang bermegah-megahan, berfoya-foya maupun kehidupan yang dipenuhi kegemerlapan duniawi lainnya.

Kondisi seperti itu menunjukkan kelupaan mereka atau bahkan sengaja melupakan kehidupan yang akan muncul setelah kehidupan di dunia. Padahal Allah SWT menciptakan kehidupan manusia di dunia dalam posisi baik maupun buruk merupakan batu ujian untuk kelulusan menghadapi kehidupan selanjutnya. Dan ukuran kebahagian mereka kelak ditentukan aksi (amal) mereka hari ini.

Bukankah Allah Azza wa Jalla telah mengungkapkan dalam Alquran, ”Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya ia akan melihat balasannya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrah pun, niscaya ia akan melihat balasannya pula” (Q.S. Az-Zalzalah: 7-8).

Ayat tersebut memberikan pilihan bagi kita untuk melakukan kebaikan atau sebaliknya. Kedua pilihan hidup tersebut memiliki konsekuensi yang sama atas pilihan kita itu. Artinya, sesuatu yang akan kita peroleh bergantung pada proses awal yang kita lakukan. Rasulullah mengungkapkan dalam sebuah hadisnya, ”Setiap pekerjaan (amal) diiringi dengan niat, dan setiap orang akan bergantung dari apa yang diniatkannya itu”.

Masalahnya, kita jarang memahami arti dari kehidupan kita di dunia ini. Kita sering beranggapan bahwa Allah peduli, saat kebahagiaan menghampiri kita. Namun sebaliknya saat musibah atau keburukan yang datang, kita menilai bahwa Allah tidak peduli lagi. Akibatnya, tidak jarang kita melakukan sesuatu di dunia ini tanpa dibingkai oleh nilai-nilai Illahiyah. Sebaliknya kita lebih sering melihat kehidupan kita ini dengan ukuran-ukuran materi yang sering menipu dan membodohi kehidupan kita.

Kecintaan kita terhadap materi sering melupakan kita akan datangnya kematian, sehingga ketika ditinggalkan oleh orang-orang yang kita cintai maka kiamat seakan telah dekat.

Islam mengajarkan bahwa kematian bukanlah akhir dari keseluruhan kehidupan manusia. Menurut Nurcholis Madjid (2000: 190), kematian bukanlah akhir pengalaman eksistensial manusia. Kematian, papar Cak Nur, adalah ”pintu” untuk memasuki kehidupan manusia selanjutnya, suatu kehidupan yang sama sekali lain dari yang sekarang kita alami, yaitu kehidupan ukhrawi. Pandangan seperti ini banyak dipegang oleh setiap orang Islam bahkan lebih cenderung sebagai suatu hal yang taken for granted.

Sebagai contoh kehidupan itu tetap berlangsung adalah bagi orang yang berjihad di jalan Allah (fii sabilillah). Meskipun secara jasmani telah ada keterlepasan antara nyawa dari jasadnya, secara eksistensial ia akan tetap hidup. Hidup karena kebaikan, kerja keras, kegigihan maupun pengorbanan yang dikerjakan selama hidupnya. Selain itu, orang-orang yang meninggal dalam perjuangan di jalan Allah tentunya akan menikmati kehidupan hakiki pasca-kematiannya di dunia.

Demikian itu diabadikan dalam firman Allah SWT, ”Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya” (Q.S. Al-Baqarah: 154).

Dalam konteks ini, sungguh sangat disayangkan jika setiap individu yang beragama hanya berkutat dan mengurusi hal-hal yang bersifat duniawi belaka. Apalagi, kehidupan kita justru dipenuhi oleh keburukan-keburukan yang kita lakukan. Keburukan yang tidak saja merusak pribadinya, tetapi juga kehormatan agama dan bangsanya, seperti membunuh jiwa orang lain ataupun menciptakan teror pada setiap jiwa manusia.

Padahal jika kita menyadari akan esensi dari kematian itu, setiap gerak kehidupan kita akan selalu diwarnai oleh kegiatan-kegiatan yang bermakna dan berguna bagi setiap makhluk. Kehidupan kita akan terasa selalu diawasi oleh Sang Maha Pencipta. Maka, geraknya adalah untuk kebaikan, karena sebaik-baik manusia adalah mereka yang memiliki nilai kebermanfaatan bagi manusia lainnya (khiru an naasi anfa’uhum li an naasi).

Sekiranya kita belum mampu memahami esensi kematian itu, maka jangan begitu saja melupakan kematian dengan hanya memikirkan materi keduniawian. Allah SWT tidak melarang manusia untuk mencari kebutuhan mereka di dunia. Tapi akan sungguh sangat adil jika kita pun tidak melupakan untuk mempersiapkan kehidupan di akhirat kelak.

Subhanallah, sekiranya kehidupan bumi ini dipenuhi oleh orang-orang yang selalu mengingat mati dan mempersiapkan kematiannya kelak. Semoga kita digolongkan kepada orang-orang yang mampu memahami arti dari kematian kita. Wallahu’alam bil al haq.***

Penulis, alumnus Pondok Pesantren Modern Al Ikhlash Kuningan, Aktivis Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Kota Bandung

Berjabat Tangan


Oleh : Jamalullail Mahfudz

''Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.'' (QS Al-Hujurat [49] : 10).

Suatu ketika seorang bertanya kepada Rasulullah SAW, "Wahai Rasulullah, apabila seorang di antara kami bertemu dengan saudara atau kawannya, apakah ia harus membungkukkan diri?'' Rasulullah menjawab, ''Tidak.'' Orang itu bertanya lagi, ''Apakah ia harus mendekap dan menciumnya?'' Rasulullah kembali menjawab, ''Tidak.'' Lalu orang itu masih bertanya lagi, ''Apakah ia harus memegang tangannya dan menjabatnya?'' Rasulullah menjawab, ''Ya.'' (HR Tirmidzi).

Hadis di atas menganjurkan kaum Muslim untuk saling berjabat tangan atau bersalaman (mushafahah) manakala bertemu saudara atau kawan sesama Muslim, bahkan sesama Muslim yang belum kenal. ''Dan apabila kamu dihormati dengan suatu (salam) penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (penghormatan itu, yang sepadan) dengannya. Sungguh, Allah memperhitungkan segala sesuatu.'' (QS An Nisa [4] : 86).

Rasulullah SAW menjelaskan, bila umatnya saling berjabat tangan ketika bertemu, maka Allah SWT akan memberikan ampunan-Nya. Subhanallah, amalan yang ringan, tapi sungguh berat nilainya di sisi Allah SWT. Seperti dikatakan Al Barra RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda, ''Jika dua orang Muslim bertemu kemudian mereka berjabat tangan maka dosa kedua orang tersebut diampuni sebelum keduanya berpisah.'' (HR Abu Daud dan Tirmidzi).

Dengan jabat tangan akan terjalin tali persaudaraan (ukhuwah) di antara umat Islam. Juga akan menepis kesan angkuh, sombong, dan egois. Amalan ini juga akan menangkis rasa permusuhan dan dendam. Dengan begitu, bukan tak mungkin akan terwujud sebuah masyarakat yang damai dan dirahmati Allah SWT.

Oleh karena itu, alangkah indahnya jika amalan berjabat tangan ini menjadi kebiasaan dalam kehidupan umat Islam sehari-hari. Ketika bertemu di lingkungan tempat tinggal, di kantor, di pasar, di sekolah, atau di rumah dengan istri dan anak, kaum Muslim menyampaikan salam dan kemudian berjabat tangan. Insya Allah, sesama umat Islam akan hidup dengan kasih sayang dan Allah SWT akan selalu menurunkan rahmat-Nya.

Senin, 20 Agustus 2007

Khutbah Rsululloh Menjelang Ramadhan

Wahai manusia! Sungguh telah datang pada kalian bulan ALLAH dengan membawa berkah rahmat dan maghfirah. Bulan yang paling mulia disisi ALLAH. Hari-harinya adalah hari-hari yang paling utama. Malam-malamnya adalah malam-malam yang paling utama. Jam demi jamnya adalah jam-jam yang paling utama.
Inilah bulan ketika kamu diundang menjadi tetamu ALLAH dan dimuliakan oleh-NYA. Di bulan ini nafas-nafasmu menjadi tasbih, tidurmu ibadah, amal-amalmu diterima dan doa-doamu diijabah. Bermohonlah kepada ALLAH Rabbmu dengan niat yang tulus dan hati yang suci agar ALLAH membimbingmu untuk melakukan shiyam dan membaca Kitab-Nya.

Celakalah orang yang tidak mendapat ampunan ALLAH di bulan yang agung ini. Kenanglah dengan rasa lapar dan hausmu kelaparan dan kehausan di hari kiamat. Bersedekahlah kepada kaum fuqara dan masakin. Muliakanlah orang tuamu, sayangilah yang muda, sambungkanlah tali persaudaraanmu, jaga lidahmu, tahan pandanganmu dari apa yang tidak halal kamu memandangnya dan pendengaranmu dari apa yang tidak halah kamu mendengarnya. Kasihilah anak-anak yatim, niscaya dikasihi manusia anak-anak yatimmu. Bertaubatlah kepada ALLAH dari dosa-dosamu. Angkatlah tangan-tanganmu untuk berdoa pada waktu shalatmu karena itulah saat-saat yang paling utama ketika ALLAH Azza wa Jalla memandang hamba-hamba-Nya dengan penuh kasih; Dia menjawab mereka ketika mereka menyeru-Nya, menyambut mereka ketika mereka memanggil-Nya dan mengabulkan doa mereka ketika mereka berdoa kepada-Nya.

Wahai manusia! Sesungguhnya diri-dirimu tergadai karena amal-amalmu, maka bebaskanlah dengan istighfar. Punggung-punggungmu berat karena beban (dosa) mu, maka ringankanlah dengan memperpanjang sujudmu.
Ketahuilah! ALLAH ta'ala bersumpah dengan segala kebesaran-Nya bahwa Dia tidak akan mengazab orang-orang yang shalat dan sujud, dan tidak akan mengancam mereka dengan neraka pada hari manusia berdiri di hadapan Rabb al-alamin.

Wahai manusia! Barang siapa di antaramu memberi buka kepada orang-orang mukmin yang berpuasa di bulan ini, maka di sisi ALLAH nilainya sama dengan membebaskan seorang budak dan dia diberi ampunan atas dosa-dosa yang lalu. (Sahabat-sahabat lain bertanya: "Ya Rasulullah! Tidaklah kami semua mampu berbuat demikian."
Rasulullah meneruskan:) Jagalah dirimu dari api neraka walaupun hanya dengan sebiji kurma. Jagalah dirimu dari api neraka walaupun hanya dengan seteguk air.

Wahai manusia! Siapa yang membaguskan akhlaknya di bulan ini ia akan berhasil melewati sirathol mustaqim pada hari ketika kai-kaki tergelincir. Siapa yang meringankan pekerjaan orang-orang yang dimiliki tangan kanannya(pegawai atau pembantu) di bulan ini, ALLAH akan meringankan pemeriksaan-Nya di hari kiamat. Barangsiapa menahan kejelekannya di bulan ini, ALLAH akan menahan murka-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya. Barang siapa memuliakan anak yatim di bulan ini, ALLAH akan memuliakanya pada hari ia berjumpa dengan-Nya. Barang siapa menyambungkan tali persaudaraan (silaturahmi) di bulan ini, ALLAH akan menghubungkan dia dengan rahmat-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya. Barang siapa memutuskan kekeluargaan di bulan ini, ALLAH akan memutuskan rahmat-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya. Barangsiapa melakukan shalat sunat di bulan ini, ALLAH akan menuliskan baginya kebebasan dari api neraka. Barangsiapa melakukan shalat fardu baginya ganjaran seperti melakukan 70 shalat fardu di bulan lain. Barangsiapa memperbanyak shalawat kepadaku di bulan ini,ALLAH akan memberatkan timbangannya pada hari ketika timbangan meringan. Barangsiapa di bulan ini membaca satu ayat Al-Quran, ganjarannya sama seperti mengkhatam Al-Quran pada bulan-bulan yang lain.

Wahai manusia! Sesungguhnya pintu-pintu surga dibukakan bagimu, maka mintalah kepada Tuhanmu agar tidak pernah menutupkannya bagimu. Pintu-pintu neraka tertutup, maka mohonlah kepada Rabbmu untuk tidak akan pernah dibukakan bagimu. Setan-setan terbelenggu, maka mintalah agar ia tak lagi pernah menguasaimu. Amirul mukminin k.w. berkata: "Aku berdiri dan berkata: "Ya Rasulullah! Apa amal yang paling utama di bulan ini?" Jawab Nabi: Ya Abal Hasan! Amal yang paling utama di bulan ini adalah menjaga diri dari apa yang diharamkan ALLAH".


Marhaban Yaa..Ramadhan...

Ramadhan

Masuk Kategori: Ensiklopedia Islam

Kata Ramadhan berasal dari bahasa Arab = Ramadhan, jamaknya Ramadaanaat atau armidaa’, merupakan bulan ke-9 dari tahun Hijriah. Dari pengertian bahasanya, arti Ramadhan = panas, yg diberikan oleh orang2 Arab karena pada bulan 9, padang pasir terasa sangat panas oleh terik matahari. Hal ini sesuai dengan kebiasaan orang Arab yg memindahkan suatu istilah dari bahasa asing ke bahasa mereka yg sesuai dengan keadaan yg terjadi pada masa tersebut.

Dalam Islam, bulan Ramadhan mempunyai makna yg istimewa dan kedudukan yg mulia karena banyak terjadi peristiwa penting:
1. Diturunkannya al Qur’an (Nuzulul Qur’an)
2. Satu-satunya nama bulan yg terdapat di Qur’an (al Baqarah(2):185)
3. Kemenangan besar yg diperoleh Rasululloh SAW bersama kaum muslimin dalam perang Badr
4. Fath Makkah, yakni penaklukan Mekkah
5. Terdapat 1 malam yg lebih baik dari 1000 bulan (+/- 83tahun), (al Qard(97):3)
6. Diwajibkannya berpuasa (Al Baqarah(2):183)
7. Diangkatnya Muhammad menjadi Rasululloh SAW
8. Dilimpahkannya pahala yg sangat tinggi oleh ALLOH SWT terhadap orang yg beramal saleh + beribadah pada bulan ini
9. Dibukanya pintu surga dan ditutupnya pintu neraka (meskipun dalam arti kiasan)
10. Menjadi kafarat terhadap dosa-dosa hingga Ramadhan berikutnya, sepanjang sholat fardhu dari satu Jum’at ke Jum’at berikutnya
11. Orang yg berpuasa dengan ikhlas + penghayatan yg mendalam di bulan Ramadhan akan diberikan ampunan atas segala dosanya

Bulan Ramadhan mempunyai nama lain
1. Syahr ALLOH (bulan ALLOH), karena ALLOH SWT akan memberikan pahala yg besar bagi orang yg melakukan kebaikan di dalamnya. Ibadah puasa langsung diberi pahala oleh ALLOH SWT sendiri.
2. Syahr Ala-i (bulan penuh nikamt dan limpahan rahmat) karena pada bulan Ramadhan
3. Syahr Qur’an (bulan diturunkannya Qur’an)
4. Syahr an-Najaah (bulan pelepasan diri dari neraka)
5. Syahr a-Juud (bulan kedermawanan) karena pada bulan Ramadhan dianjurkan lebih banyak memberi bantuan terutama kepada fakir miskin
6. Syahr al-Muwaasah (bulan memberikan pertolongan kepada orang yg berhajat/punya hajat)
7. Syahr at-Tilaawah (bulan membaca al Qur’an)
8. Syahr as-Sabri (bulan latihan bersabar atas penderitaan dengan rela hati)
9. Syahr ar-Rahmah (bulan tempat ALLOH SWT melimpahkan rahmat-Nya kepada hamba2-Nya)
10. Syahr as-Shiyaam (bulan puasa, karena setiap muslim WAJIB melaksanakannya KECUALI yg berhalangan sesuai dengan syar’i)
11. Syahr al-’Ied (bulan yg akhirnya disambut dg hari Raya ‘Ied)
ALLOH SWT memberikan nikmat dan karunia yg berlipat ganda

Well, Ramadhan insya ALLOH akan datang sekitar 10 hari lagi, insya ALLOH aku akan memberikan tips berpuasa ala Rasululloh SAW, agar ibadah puasa yg kita lakukan nanti diterima ALLOH SWT karena sudah sesuai dg contoh:)

Ayat2 Quran dan Ramadhan

Bulan Ramadhan merupakan bulan yang berlimpah pahala, seperti digambarkan dalam Alquran yang diturunkan sebagai pedoman bagi seluruh umat manusia, di dalamnya juga terdapat malam yang memiliki nilai lebih baik dari pada seribu bulan, Lailatul Qadr (QS. Al Qadar:3). Selama Bulan Ramadhan, seluruh umat Muslimin di dunia menjalankan perintah puasa, sebagai wujud rasa syukur kepada Allah, atas segala rahmat yang telah diberikan-Nya pada mereka.

Dalam Surat Al-Baqarah, Allah menyatakan perihal Bulan Ramadhan sebagai berikut:

Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Alquran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajib baginya berpusa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. (QS. Al Baqarah [2]: 185)

Menunaikan kewajiban berpuasa untuk mencapai ridha Allah adalah suatu bukti keimanan yang kuat, kesucian jiwa, keikhlashan hati, dan rasa takut kepada Allah. Puasa adalah suatu bentuk penyembahan khusus antara hamba dan Allah sebagai Tuhannya, karena hanya Allah yang mengetahui 'azam/niat seseorang, keikhlashan, kemurnian dan perhatiannya atas amalan yang halal dan yang haram, termasuk ketika seseorang menunaikan kewajiban ini. Tak seorangpun mengetahui apakah seseorang berpuasa untuk memberi kesan kepada orang-orang sekitarnya ataukah untuk maksud lain di luar tujuan suci yang utama. Orang yang berpuasa diberi imbalan sebagai amalan sesuai dengan apa yang ada dalam pandangan Allah.

Rasulullah memberi berita yang menggembirakan kepada umatnya dalam sebuah hadits: Sungguh! kebahagiaanlah bagi orang-orang yang melalui bulan (Ramadhan) ini dengan berpuasa, beribadah, dan melakukan amal kebaikan (amal sholeh)!

Allah menyampaikan kewajiban berpuasa ini dalam Alquran Surat Al Baqarah:

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (QS. Al Baqarah [2]: 183)

Sebagaimana dinyatakan dalam ayat di atas, salah satu alasan mengapa puasa diwajibkan adalah agar manusia bertakwa dan mampu menahan hawa nafsunya. Satu-satunya cara untuk melakukannya adalah percaya (beriman) kepada Allah dengan hati tulus, mematuhi segala perintahnya dan menjauhi godaan hawa nafsunya. Dengan demikian, moralitas seseorang akan tumbuh baik seiring dengan waktu, keimanannya semakin mendalam, dan ketakutannya pada Allah makin kokoh.

Khutbah Rasulullah Menyambut Ramadhan

Selain memerintah shaum, dalam menyambut menjelang bulan Ramadhan, Rasulullah selalu memberikan beberapa nasehat dan pesan-pesan. Inilah ‘azimat’ Nabi tatkala memasuki Ramadhan.

Wahai manusia! Sungguh telah datang pada kalian bulan Allah dengan membawa berkah rahmat dan maghfirah. Bulan yang paling mulia disisi Allah. Hari-harinya adalah hari-hari yang paling utama. Malam-malamnya adalah malam-malam yang paling utama. Jam demi jamnya adalah jam-jam yang paling utama.

Inilah bulan ketika kamu diundang menjadi tamu Allah dan dimuliakan oleh-NYA. Di bulan ini nafas-nafasmu menjadi tasbih, tidurmu ibadah, amal-amalmu diterima dan doa-doamu diijabah. Bermohonlah kepada Allah Rabbmu dengan niat yang tulus dan hati yang suci agar Allah membimbingmu untuk melakukan shiyam dan membaca Kitab-Nya.

Celakalah orang yang tidak mendapat ampunan Allah di bulan yang agung ini. Kenanglah dengan rasa lapar dan hausmu di hari kiamat. Bersedekahlah kepada kaum fuqara dan masakin. Muliakanlah orang tuamu, sayangilah yang muda, sambungkanlah tali persaudaraanmu, jaga lidahmu, tahan pandanganmu dari apa yang tidak halal kamu memandangnya dan pendengaranmu dari apa yang tidak halal kamu mendengarnya. Kasihilah anak-anak yatim, niscaya dikasihi manusia anak-anak yatimmu. Bertaubatlah kepada Allah dari dosa-dosamu. Angkatlah tangan-tanganmu untuk berdoa pada waktu shalatmu karena itulah saat-saat yang paling utama ketika Allah Azza wa Jalla memandang hamba-hamba-Nya dengan penuh kasih; Dia menjawab mereka ketika mereka menyeru-Nya, menyambut mereka ketika mereka memanggil-Nya dan mengabulkan doa mereka ketika mereka berdoa kepada-Nya.

Wahai manusia! Sesungguhnya diri-dirimu tergadai karena amal-amalmu, maka bebaskanlah dengan istighfar. Punggung-punggungmu berat karena beban (dosa) mu, maka ringankanlah dengan memperpanjang sujudmu.

Ketahuilah! Allah ta’ala bersumpah dengan segala kebesaran-Nya bahwa Dia tidak akan mengazab orang-orang yang shalat dan sujud, dan tidak akan mengancam mereka dengan neraka pada hari manusia berdiri di hadapan Rabb al-alamin.

Wahai manusia! Barang siapa di antaramu memberi buka kepada orang-orang mukmin yang berpuasa di bulan ini, maka di sisi Allah nilainya sama dengan membebaskan seorang budak dan dia diberi ampunan atas dosa-dosa yang lalu. (Sahabat-sahabat lain bertanya: “Ya Rasulullah! Tidaklah kami semua mampu berbuat demikian.”

Rasulullah meneruskan: “Jagalah dirimu dari api neraka walaupun hanya dengan sebiji kurma. Jagalah dirimu dari api neraka walaupun hanya dengan seteguk air.”

Wahai manusia! Siapa yang membaguskan akhlaknya di bulan ini ia akan berhasil melewati sirathol mustaqim pada hari ketika kai-kaki tergelincir. Siapa yang meringankan pekerjaan orang-orang yang dimiliki tangan kanannya (pegawai atau pembantu) di bulan ini, Allah akan meringankan pemeriksaan-Nya di hari kiamat. Barangsiapa menahan kejelekannya di bulan ini, Allah akan menahan murka-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya. Barang siapa memuliakan anak yatim di bulan ini, Allah akan memuliakanya pada hari ia berjumpa dengan-Nya. Barang siapa menyambungkan tali persaudaraan (silaturahmi) di bulan ini, Allah akan menghubungkan dia dengan rahmat-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya. Barang siapa memutuskan kekeluargaan di bulan ini, Allah akan memutuskan rahmat-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya. Barangsiapa melakukan shalat sunat di bulan ini, Allah akan menuliskan baginya kebebasan dari api neraka. Barangsiapa melakukan shalat fardu baginya ganjaran seperti melakukan 70 shalat fardu di bulan lain. Barangsiapa memperbanyak shalawat kepadaku di bulan ini, Allah akan memberatkan timbangannya pada hari ketika timbangan meringan. Barangsiapa di bulan ini membaca satu ayat Al-Quran, ganjarannya sama seperti mengkhatam Al-Quran pada bulan-bulan yang lain.

Wahai manusia! Sesungguhnya pintu-pintu surga dibukakan bagimu, maka mintalah kepada Tuhanmu agar tidak pernah menutupkannya bagimu. Pintu-pintu neraka tertutup, maka mohonlah kepada Rabbmu untuk tidak akan pernah dibukakan bagimu. Setan-setan terbelenggu, maka mintalah agar ia tak lagi pernah menguasaimu. Amirul mukminin k.w. berkata: “Aku berdiri dan berkata: “Ya Rasulullah! Apa amal yang paling utama di bulan ini?” Jawab Nabi: “Ya Abal Hasan! Amal yang paling utama di bulan ini adalah menjaga diri dari apa yang diharamkan Allah”.

Wahai manusia! sesungguhnya kamu akan dinaungi oleh bulan yang senantiasa besar lagi penuh keberkahan, yaitu bulan yang di dalamnya ada suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan; bulan yang Allah telah menjadikan puasanya suatu fardhu, dan qiyam di malam harinya suatu tathawwu’.”

“Barangsiapa mendekatkan diri kepada Allah dengan suatu pekerjaan kebajikan di dalamnya, samalah dia dengan orang yang menunaikan suatu fardhu di dalam bulan yang lain.”

“Ramadhan itu adalah bulan sabar, sedangkan sabar itu adalah pahalanya surga. Ramadhan itu adalah bulan memberi pertolongan ( syahrul muwasah ) dan bulan Allah memberikan rizqi kepada mukmin di dalamnya.”

“Barangsiapa memberikan makanan berbuka seseorang yang berpuasa, adalah yang demikian itu merupakan pengampunan bagi dosanya dan kemerdekaan dirinya dari neraka. Orang yang memberikan makanan itu memperoleh pahala seperti orang yang berpuasa tanpa sedikitpun berkurang.”

Para sahabat berkata, “Ya Rasulullah, tidaklah semua kami memiliki makanan berbuka puasa untuk orang lain yang berpuasa. Maka bersabdalah Rasulullah saw, “Allah memberikan pahala kepada orang yang memberi sebutir kurma, atau seteguk air, atau sehirup susu.”

“Dialah bulan yang permulaannya rahmat, pertengahannya ampunan dan akhirnya pembebasan dari neraka. Barangsiapa meringankan beban dari budak sahaya (termasuk di sini para pembantu rumah) niscaya Allah mengampuni dosanya dan memerdekakannya dari neraka.”

“Oleh karena itu banyakkanlah yang empat perkara di bulan Ramadhan; dua perkara untuk mendatangkan keridhaan Tuhanmu, dan dua perkara lagi kamu sangat menghajatinya.”

“Dua perkara yang pertama ialah mengakui dengan sesungguhnya bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan mohon ampun kepada-Nya . Dua perkara yang kamu sangat memerlukannya ialah mohon surga dan perlindungan dari neraka.”

“Barangsiapa memberi minum kepada orang yang berbuka puasa, niscaya Allah memberi minum kepadanya dari air kolam-Ku dengan suatu minuman yang dia tidak merasakan haus lagi sesudahnya, sehingga dia masuk ke dalam surga.” (HR. Ibnu Huzaimah).

Minggu, 19 Agustus 2007

Cegah Gagal Ramadhan! PDF Cetak E-mail
Kontribusi dari Aziz Hamid
Kamis, 06 Oktober 2005

Ramadhan bulan berkah dan bulan pengampunan. Tapi, tak semua orang bisa mendapatkan kemuliaan darinya. Bisa-bisa hanya lapar. Apa langkah-langkah praktis mengantisipasi gagalnya Ramadhan?

Di bawah ini langkah-langkah praktis mengantisipasi kemungkinan gagal di bulan suci

1. Persiapkan fisik dan ruhani, lewat latihan puasa dan memperbanyak ibadah sunnah sejak mulai bulan Sya'ban. Jangan sampai kondisi fisik dan stamina ruhani yang melemah di awal Ramadhan membuyarkan semua harapan.

2. Pelajari berbagai aspek Ramadhan dari "A" sampai "Z" seperti adab, rukun ibadah, doa-doa dan dzikir yang mendukung sukses ibadah Ramadhan. Mendalami "fiqh Ramadhan" sangatlah penting. Jangan segan membuka kembali kitab-kitab tentang bulan mulia ini.

3. Rancanglah aktivitas hari-hari Anda selama Ramadhan menjadi bagian-bagian yang teratur. Misalnya tentang kegiatan utama seperti shalat, tadarus, ta'lim, menimba ilmu, menghafal atau membaca buku. Tata acara-acara penting Anda dalam program jadwal harian, pekanan, atau per sepuluh hari. Belanja lebaran --jika tak bisa dihindari, lakukan sebelum Ramadhan. Banyak yang sudah berhasil dengan cara ini.

4. Tentukan target dan prosentase keberhasilan dari tiap-tiap progran yang dicanangkan. Hal ini untuk mendisiplinkan kita menjadi Muslim yang istiqamah, kelak setelah keluar dari Ramadhan.

5. Lawanlah kemalasan sekeras mungkin. Sebaliknya tumbuhkan semangat kita untuk shalat berjamaah, menimba ilmu di majelis-majelis ta'lim, ke pesantren-pesantren kilat dan sebagainya.

6. Jaga waktu tidur di malam-malam Ramadhan. Kegiatan yang harus didahulukan dari apapun adalah qiyamul lail (bangun malam untuk shalat tahajjud). Usahakan tidurlah lebih awal dan bangun pada sepertiga malam. Mulailah kebiasaan ini sebelum masuk Ramadhan.

7. Bawa mushaf Al-Qur'an ke manapun Anda pergi, kecuali ke tempat-tempat yang dilarang seperti WC. Perbanyaklah membacanya, menghafalnya dan dalami ayat demi ayat kandungan maknanya.

8. Bukalah pintu maaf sedari sekarang, serta mintalah maaf kepada sebanyak mungkin manusia yang selama ini terlibat langsung atau pun tidak dengan tindakan, perkataan, dan kehidupan kita. Membuka pintu maaf dan meminta maaf akan membuka lebar pintu silaturrahim sekaligus mensucikan hati sebelum memasuki bulan suci.

9. Kendalikan lidah seketat mungkin, kecuali pada hal-hal yang mengandung kebenaran dan kebajikan saja. Lidah yang tak terkendali akan mematikan hati. Hati yang mati mudah tergelincir pada perkataan dusta dan keji. Cara mencegahnya dengan memperbanyak dzikir dan istighfar.

10. Jaga mata dan tahan pandangan dari semua hal yang Allah tidak menyukainya jika kita melihat. Apalagi yang haram-haram.

11. Jaga pendengaran dari segala hal yang makruh, mendengarkan musik yang sia-sia serta pembicaraan yang tidak ada kaitannya dengan keberhasilan Ramadhan.

12. Mudahlah memberi disertai sifat qanaah yang memperhalus budi kita.

13. Minta kepada Allah agar tidak termasuk kelompok orang yang gagal melalui Ramadhan kali ini. Mintalah terus sampai menetes air dari kedua mata Anda.* (Athwa/Hidayatullah.com)

Bulan Bederma PDF Cetak E-mail


Laporan : Fajar Kurnianto

Allah SWT dalam salah satu ayat Alquran berfirman, ''Kalian semua tidak akan pernah mendapatkan kebaikan sebelum kalian mendermakan sebagian harta yang kalian cintai. Ketahuilah, segala apa yang kalian dermakan pasti Allah mengetahuinya.'' (Ali 'Imran: 92).Dalam salah satu hadis sahih, Ibnu Abbas bercerita, Rasulullah SAW adalah sosok manusia paling dermawan dalam kebaikan apa pun. Hal itu makin beliau tingkatkan selama bulan Ramadhan, pada waktu Malaikat Jibril datang menemui beliau setiap malam untuk menyampaikan wahyu Allah dan mendengarkan bacaan tadarus Alquran yang telah Nabi Mumammad SAW terima. Pada saat Jibril menemui beliau, tergambar bahwa kedermawanan Nabi itu sebanding, bahkan melebihi dari angin kencang yang bertiup. (HR Bukhari).

Salah satu dari sifat mulia yang dimiliki oleh Nabi Muhammad SAW adalah sifat dermawan. Dalam satu hadis lain, Anas bin Malik berkata, ''Nabi SAW itu adalah sosok pemberani dan penderma.'' (HR Bukhari). Di hadis lain, Anas juga pernah mendengar langsung Nabi SAW bersabda, ''Saya adalah salah satu anak keturunan Nabi Adam yang paling penderma. Dan orang-orang yang termasuk ke dalam golongan penderma setelah aku adalah orang-orang berilmu yang menyebarkan ilmunya, juga orang-orang yang mendermakan dirinya di jalan Allah.'' (HR Tirmidzi).

Dalam riwayat lain yang juga disampaikan oleh Ibnu Abbas, digambarkan bahwa sosok Nabi SAW itu tidak pernah mengecewakan orang-orang yang meminta segala sesuatu kepada beliau. Beliau pasti memberikan apa yang diminta, jika memang beliau sendiri memilikinya. Kata Ibnu Abbas, ''Tidak ada yang meminta sesuatu pun kepada Nabi SAW, selain pasti diberikannya.'' (HR Ahmad). Dalam kesempatan yang lain, Jabir, salah satu sahabat Nabi SAW, menggambarkannya demikian pula, ''Rasulullah SAW tidak pernah diminta sesuatu oleh seseorang kemudian menjawab tidak (menolaknya).'' (HR Ahmad).

Dermawan merupakan salah satu sifat yang paling terpuji dan mulia. Orang yang dermawan pada hakikatnya merupakan bentuk konkret dalam meneladani sifat Allah dan Rasul-Nya. Dalam salah satu riwayat yang disampaikan oleh Anas bin Malik, Rasulullah SAW bersabda, ''Sesungguhnya Allah itu Zat yang Maha Penderma, karena itulah Dia menyukai sifat dermawan.'' (HR Tirmidzi). Dengan demikian, tidak ada alasan bagi umat manusia untuk bersifat kikir atau bakhil, karena itu berlawanan dengan sifat Allah SWT dan Nabi-Nya.

Di bulan Ramadhan yang penuh berkah melimpah ini, sifat dermawan mesti ditingkatkan hingga menjadi budaya positif. Nabi SAW sendiri, karena saking cepatnya dalam mendermakan apa yang dimilikinya, disamakan dengan angin cepat yang bertiup, bahkan lebih cepat dari itu semua. Gambaran sifat dermawan Nabi SAW ini merupakan gambaran riil bahwa beliau tidak sekadar satu atau dua kali dalam bederma, akan tetapi lebih dari itu, beliau menjadikan sifat dermawan ini sebagai budaya positif pada dirinya, hingga wafat.

Apa yang beliau dermakan lebih jauh lagi adalah gambaran kasih sayang yang beliau miliki kepada manusia lain. Seperti angin bertiup yang memberikan kasihnya kepada segala hal yang dilaluinya. Istiqamah dalam bederma, dengan terus-menerus melakukannya di setiap waktu, dalam berbagai macam bentuknya, adalah inti dari teladan yang Nabi SAW ingin sampaikan. Demikian Imam Nawawi menyimpulkan inti sari sifat dermawan Nabi Muhammad SAW tersebut. Semoga kita menjadi

Sabtu, 18 Agustus 2007

Tangisan Sang Pemimpin

Oleh : A Bakir Ihsan

''Saat itu aku menoleh pada Rasulullah. Tiba-tiba saja aku melihat matanya mengalirkan air mata.'' (Ibnu Mas'ud dalam Shahih Al-Bukhari-Muslim). Suatu ketika Rasulullah meminta Ibnu Mas'ud untuk membacakan Alquran di hadapannya. Ibnu Mas'ud terkejut. ''Alquran adalah wahyu yang diturunkan melalui dirimu, bagaimana saya harus membacakannya, ya Rasulullah?'' tanya Ibnu Mas'ud. ''Aku ingin mendengarnya dari orang lain,'' jawab Rasul singkat.

Ibnu Mas'ud pun membaca surat An-Nisa'. Sampai pada ayat tertentu, Rasulullah meminta Ibnu Mas'ud menghentikan bacaannya. Tanpa sengaja Ibnu Mas'ud melihat wajah Rasulullah. Dari matanya mengalir deras air mata. Rasulullah menangis saat Ibnu Mas'ud membaca ayat ''... dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu) ...'' (QS An-Nisa [4]: 41).

Rasulullah menangis memikirkan nasib umatnya. Sebuah tangisan karena khawatir atas kondisi lingkungan-sosialnya. Rasulullah adalah sosok pemimpin yang diberi tanggung jawab bukan hanya untuk manusia, tapi untuk seluruh alam (rahmatan lil 'alamin).

Imam Ibnul Qayyim membagi 10 macam linangan air mata (tangisan). Ada tangisan kasih sayang, tangisan takut dan khawatir, tangisan cinta dan rindu, tangisan gembira dan bahagia, tangisan terkejut karena beban berat, tangisan sedih, tangisan lemah dan tidak mampu, tangisan kemunafikan, tangisan palsu, dan tangisan solidaritas.

Dari 10 ragam tangisan tersebut bisa dikelompokkan ke dalam dua macam, yaitu tangisan yang berasal dari hati dan tangisan sebatas linangan air mata. Tangisan sebatas linangan air mata adalah tangisan kemunafikan, tangisan palsu, atau sekadar solidaritas karena orang lain menangis. Sebaliknya tangisan kekhawatiran seorang pemimpin sebagaimana yang diperlihatkan Rasulullah adalah linangan air mata yang mengucur dari lubuk hati yang paling dalam.

Kedalaman hati tentu tak ada yang bisa mengukur. Namun, apakah sebuah tangisan hanya sebatas linangan air mata atau bukan, kita bisa melihat dari perilakunya. Seorang yang menangis kala berzikir, namun perilakunya banyak menyimpang, berarti tangisan itu baru sebatas linangan air mata. Dalam konteks kepemimpinan, tangisan tulus sang pemimpin terukur dari kesungguhannya dalam upayanya meretas problema yang dihadapi warganya. Semoga.

Penyesalan


Oleh : Feri Firmansyah

Allah SWT berfirman, ''Dan berilah mereka peringatan tentang hari penyesalan, (yaitu) ketika segala perkara telah diputus. Dan mereka dalam kelalaian dan tidak (pula) beriman.'' (QS Maryam [19]: 39) Ayat di atas sering mengingatkan kita agar selalu waspada dari sifat lalai. Sifat lalai akan berakibat pada kecerobohan serta hilangnya semangat dalam berkarya. Padahal tugas kita di dunia ini lebih banyak dibanding dengan waktu yang tersedia.

Jauh-jauh hari Rasulullah SAW telah mewanti-wanti umatnya agar selalu waspada terhadap setiap kesempatan yang selalu disia-siakan. Ibnu Abbas RA menceritakan Rasulullah SAW pernah bersabda, ''Dua kenikmatan yang banyak menipu manusia adalah nikmat sehat dan waktu senggang.'' (HR Bukhari dan Tirmidzi).

Orang yang tidak menyadari betapa berharganya waktu dan kesehatan, akan menggunakan waktu yang ada dengan amalan yang sia-sia. Sebaliknya apabila kita menggunakan dua kenikmatan tersebut untuk hal-hal yang bermanfaat, maka kita telah menabung untuk jaminan masuk surga, karena Allah SWT tidak akan menyia-nyiakan amalan kaum muslimin meskipun hanya sebesar zarrah.

Betapa ruginya orang yang meninggal dunia dalam keadaan lalai. Sebuah kelalaian yang akan membawa pada penyesalan yang sia-sia. Kesempatan untuk beramal shaleh tidak akan ada kecuali hanya di dunia. Sedangkan hari akhirat hanyalah konsekwensi dari kehidupan kita di dunia.

Karena itu, mumpung kita masih diberi kesempatan hidup juga kesehatan, alangkah baiknya apabila kita menggunakan waktu yang tersedia dengan melakukan amal shaleh untuk kita petik hasilnya di akhirat kelak. Jangankan para ahli neraka yang akan selalu menyesali perbuatannya, para ahli surga pun nanti akan menyesal karena tidak menanam amal shaleh yang lebih banyak lagi.

Semoga kita semua tidak termasuk orang-orang yang digambarkan dalam Alquran, ''Supaya jangan ada orang yang mengatakan, 'Amat besar penyesalanku atas kelalaianku dalam (menunaikan kewajiban) terhadap Allah, sedang aku sesungguhnya termasuk orang-orang yang memperolok-olokkan (agama Allah)'.'' (QS Az Zumar [39]: 56). Wallahu'alam bish-shawab.

Kemerdekaan Sejati


Oleh : A Ilyas Ismail

Merdeka atau kemerdekaan (al-hurriyyah) merupakan suatu nilai yang amat tinggi dan merupakan anugerah Tuhan yang amat berharga bagi manusia. Dalam adagiun Arab, terdapat ungkapan, ''La syai'a atsman-u min-a al-hurriyah, tak ada sesuatu yang lebih bernilai ketimbang kemerdekaan.''

Allah SWT berkenan memberikan kemerdekaan itu kepada manusia dan tidak kepada makhluk lain seperti langit dan bumi. Firman Allah, ''Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa. Keduanya menjawab, 'Kami datang dengan suka hati'.'' (QS Fushshilat [41]: 11).

Dalam Islam, kemerdekaan terkait dengan doktrin Ketuhanan Yang Maha Esa. Manusia, sebagai makhluk tertinggi ciptaan Allah, tidak boleh tunduk kepada siapa pun selain Allah. Sebab, ketundukan ini mengandung makna perendahan. Penghambaan manusia kepada sesama manusia, apalagi kepada makhluk lain yang lebih rendah, dapat merendahkan harga diri manusia bahkan melecehkan harkat kemanusiaannya.

Dalam pespektif ini, hanya orang yang bertauhid, ia dapat disebut sebagai orang yang bebas dan merdeka. Ia mampu membebaskan diri dari berbagai belenggu yang akan menjauhkan dirinya dari kebenaran dan dari kepatuhan kepada Allah SWT.

Inilah kemerdekaan sejati yang dibawa dan diadvokasi oleh para Nabi dan Rasul Allah sepanjang sejarah. Kemerdekaan ini pula yang didambakan oleh Siti Hanah, istri Imran, ketika ia bernadzar tentang anak yang dikandungnya. Katanya, ''Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menadzarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi anak yang bebas dan merdeka.'' (QS Ali Imran [3]: 35).

Kata muharrar (orang merdeka) dalam ayat ini, menurut banyak pakar tafsir, bermakna muwahhid, yaitu orang yang tulus dan sepenuh hati menuhankan Allah dan menyembah hanya kepada-Nya. Menurut tafsir al-Ishfahani, merdeka di sini juga mengandung makna moral dalam arti mampu membebaskan diri dari sifat-sifat tercela seperti korup, sewenang-wenang, dan memperkaya diri.

Bila di suatu negara kemanusiaan dan keadilan ditegakkan, maka tidak akan ada di sana perbudakan dan ketundukan, kecuali kepada Tuhan Yang Mahatinggi. Dengan begitu, manusia dapat hidup bebas dan merdeka dalam arti yang sesungguhnya. Wallahu a'lam.